Delapan Aspek Kompetensi Literasi TIK

Pengantar

Dalam ajang Pembatik (Pembelajaran Berbasis Teknlogi Informasi dan Komunikasi), literasi merupakan satu level dari empat level Kompetensi TIK bagi seorang guru. Kompetensi level 01 ini sangat penting kerena menjadi fondasi kompetensi selanjutnya. Tanpa melewati tahap ini, seorang peserta Pembatik tidak dapat mengikuti tingkat selanjutnya. Tulisan ini mencoba sedikit berbagi dan memberi pengantar bagi Anda yang tertarik pada berbagai aspek terkait kompetensi literasi bagi seorang guru. Literasi TIK seorang guru tentu saja berbeda dengan literasi secara umum (awam).

 

Makna Litarasi

Literasi pada awalnya merupakan istilah yang menunjuk kepada keterampilan baca tulis. Bagi Anda yang hidup di era tahun 80-an, mungkin akrab dengan jargon pemberantasan buta hurup. Pada masa itu dkenal tiga buta, yaitu buta aksara, buta Bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan dasar. Pada awal kemerdekaan 97% penduduk Indonesia buta huruf. Sekarang tinggal kurang dari 2% penduduk yang masih belum bisa baca tulis. Artinya bangsa kita sudah terbebas dari buta huruf. Namun saat ini pengertian literasi sudah sangat meluas, bukan saja kemampuan baca, tulis, hitung, tapi juga literasi media, literasi digital, literasi teknologi, literasi hukum, dll. Kelihatannya seperti latah, namun tidak demikian, semakin tinggi peradaban suatu bangsa, maka semakin tinggi pula tuntutan standar kemampuan yang harus dikuasai oleh individu masyrakat tersebut. Menurut Wikipedia, literasi adalah istilah umum yang merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Literasi, bukan sekedar terampil membaca, tapi memiliki kemampuan untuk memahami informasi yang terkandung dalam isi bacaan tersebut, serta menggunakan pengetahuan tersebut untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Membaca adalah memahmi informasi alias pesan yang terkandung dalam bacaan tersebut. Dengan demikian, literasi bacaan saat ini harus dipahami sebagai literasi informasi. Bacaan alias informasi tidak terbatas pada teks semata, namun juga mencakup media; lambang, symbol, gambar, film, dll. Memahami informasi adalah menyerap, mengolah, memaknai, dan menyikapi.

Sekedar terampil baca, namun tidak paham makna, belum disebut literasi.  Literasi juga harus mampu memaknai dan menyikapi dengan benar. Sebagai contoh seorang pengendara yang menerobos lampu merah, bukan karena orang itu tidak tahu bahwa lampu merah itu simbol kendaraan harus berhenti dan menunggu, namun pengetahuan tersebut belum masuk menjadi sikap tanggungjawab dan sadar risiko atas tindakan menyerobot lampu merah. Jelas orang itu memiliki litarasi secara pengetahuan, namun tidak literasi secara sikap. Jadi, kalau demikian maka literasi merupakan kemampuan dasar yang diperlukan oleh seseorang individu yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk dapat menyesuaikan dengan kehidupan di tengah-tengah masyarakat.

 

Literasi TIK

Literasi TIK sekurang-kurangnya mencakup tiga aspek, yakni keterampilan menggunakan perangkat, literasi informasi, dan literasi media. Pada penelitian-penelitian terdahulu terkait literasi TIK banyak terkait pada perangkat, seperti yang dilakukan Syarifudin (2014) yang meneliti litersi TIK di wilayah Sulawesi Selatan. Demikian juga Baso (2015) dalam penelitiannya pada masyarakat Maminasata, banyak didominasi oleh aspek kemampuan individu dalam menggunakan perangkat mencakup komputer, telepon celuler, dan internet. Penelitian ini antara lain menyimpulkan bahwa literasi informasi masih didominasi oleh usia muda dan berpendidikan tinggi.  Perangkat TIK seperti PC, laptop, smart phone, cenderung semakin simple, mudah digunakan dan user friendly, sehingga sangat membantu dalam peningkatan literasi (perangkat) TIK, karena penggunaan perangkat cenderung semakin mudah. Namun tidak demikian dengan literasi informasi, dengan semakin mudahnya informasi diperoleh, justru semakin tinggi kemampuan litarasi diperlukan. Literasi informasi tidak terbatas hanya sekedar mampu membaca, mengolah, dan menyajikan informasi semata. Namun juga perlu kemampuan untuk memilih, menyaring, mengelola, dan mengambil manfaat dari informasi yang diterima. Membanjirnya informasi, alih-alih menjadi tambahan pengetahuan, seringkali malah menjadi bumerang yang merugikan. Sebagai contoh, seseorang yang cekatan copas and share di medsos, bisa terjebak pada risiko penyebaran hoax atau pelanggaran terhadap Undang undang ITE.  Untuk itu, maka dalam terminologi literasi ini, kemampuan copas and share belum memadai untuk disebut literasi informasi. Seseorang dianggap memiliki litarasi informasi apabila mampu menyaring; apakah informasi itu baik? Apakah benar? Apakah penting? Apakah bermanfaat? Apakah berisiko, merugikan pihak lain? dan sederet pertanyaan lainnya. Cek dan re-cek alias tabayyun harus menjadi sikap dasar setiap individu di era informasi ini.

Literasi media terkait dengan kemapuan membaca lambang-lambang, symbol, grafis, gambar, foto, video, animasi, multimedia, dll. Penelitian Warsihna (2016), antara lain menyimpulkan bahwa ada berbagai jenis TIK yang dapat digunakan untuk meningkatkan literasi membaca dan menulis dengan cara mengintegrasikan TIK dengan kegiatan membaca dan menulis. Sedangkan menurut literasipublik.com, literasi media adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan informasi dalam berbagai bentuk media. Jadi, media merupakan bagian atau unsur TIK  yang merupakan suatu perantara yang digunakan untuk mengirimkan pesan. Dalam buku Media Pendidikan edisi revisi (2020), disebutkan bahwa media pendidikan adalah segala bentuk saluran untuk menyampaikan pesan pendidikan, baik berupa teks, audio, visual, audio-visual, animasi, simulasi, dan realia yang dikemas sedemikian rupa secara digital atau non-digital dan disampaikan melalui berbagai sarana komunikasi yang relevan.

 

Litarasi TIK bagi Guru

Bagi seorang guru, literasi TIK menjadi lebih kompleks lagi karena melekat dengan kompetensi guru itu sendiri. Dalam kerangka kerja kompetensi TIK Kemdikbud tahun 2012 disebutkan penguasaan kompetensi TIK yang memadai akan mampu mentransformasi guru menjadi pendidik global yang memiliki kekayaan sumber belajar lintas batas, konektivitas dengan beragam sumber ilmu pengetahuan di berbagai belahan dunia, serta kemampuan untuk berbagi ilmu dan kreativitas ke berbagai audiens di manapun mereka berada.

Kerangka kerja TIK Guru Indonesia dirumuskan dengan mengacu kepada kerangka kerja TIK guru UNESCO dan Kompetensi abad 21, serta UU No. 14 th 2005 tentang guru dan dosen dan Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru.  Berdasarkan pasal 10 undang-undang tsb, kompetensi guru terdiri dari; kompetensi guru pedagogik, komptensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Secara ekspisit pada Permendiknas No. 16 tahun 2007, kompetensi TIK bagi guru disebutkan pada dua aspek, yaitu 1) pada kompetensi pedagogik : Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk  kepentingan pembelajaran, 2) pada kompetensi profesional: Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk  mengembangkan diri.

Selanjutnya, dalam kerangka kerja TIK bagi guru, kompetensi guru mencakup 6 ranah dan 4 level (tingkatan) kompetensi, yaitu mencakup ranah; kebijakan, kurikulum dan penilaian, pedagogik, ICT/TIK, organisasi dan administrasi, serta pengembangan profesi. Sedangkan leveling kompetensi berjenjang mulai dari 1. Literasi TIK, 2. Pendalaman Pengetahuan, 3. Kreasi Pengetahuan, dan 4. Berbagi Pengetahuan. Indikator rinci dari keempat level dan enam ranah ini tentu saja bersifat dinamis. Perkembangan TIK sangat cepat dan sering kali mendisrupsi capaian sebelumnya.

 

Delapan Aspek Kompetensi Literasi TIK 

Kerangka kerja kompetensi TIK yang disusun sembilan tahun yang lalu, tentu sudah banyak hal yang perlu penyesuaian. Perubahan yang cepat terjadi antara lain pada aspek-aspek berikut; 1) melimpahnya sumber belajar berupa konten digital baik yang dirancang maupun konten yang tidak dirancang sebagai sumber belajar, 2) perkembangan media sosial yang saat ini lebih mendominasi, 2) perangkat keras TIK dari PC menuju laptop dan bergeser ke perangkat mobile smart phone, 3) aplikasi yang semakin beragam namun semakin saling terintegrasi, 4) munculnya isue-isue terkait kemanan informasi dan mitigasi risiko, 5) Sejumlah kebijakan baru dalam pendidikan, dll.

Dengan perkembangan tersebut, maka tingkat literasi juga mengalami perubahan, alias peningkatan. Saat ini, literasi TIK bagi seorang guru sekurang-kurangnya mencakup delapan indikator, yaitu; 1) Pemahaman kebijakan, 2) Kemampuan mengelola sumber belajar digital, 3) Keterampilan menggunakan tools pembelajaran, 4) Pengetahuan etika berinternet dan kesadaraan risiko, 5) Kemampuan memanfaatkan TIK untuk pengembangan diri, 6) Keterampilan memanfaatkan media sosial untuk pembelajaran, 7) Penguasaan software dan aplikasi pembelajaran, 8. Kemampuan memanfaatkan TIK secara tepat guna.

Pemahaman Kebijakan.  Guru harus senantiasa up date dengan informasi kebijakan, khususnya kebijakan terkait pemanfaatan TIK untuk pembelajaran, baik yang berupa peraturan, program, maupun arahan menteri. Setiap periode menteri biasanya memiiki kebijakan sendiri yang perlu direspon, dipahami, dan diimplementasikan pada level kegaiatan riil di kelas. Misalnya, terkait kebijakan merdeka belajar, sekolah digital, belajaran di rumah (BDR) selama pandemi, dll. Pemahaman kebijakan yang baik akan membantu guru dalam pelaksanaan tugasnya. Sedangkan TIK membantu mempercepat tersampaikannya kebijakan tersebut secara merata, sehingga dampak dari kebijakan dapat segera dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Sumber Belajar Digital. Melimpahnya sumber belajar digital, di satu sisi merupakan kemudahan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas, namun di sisi lain juga menuntut kompetensi guru untuk dapat mengelola, mengadopsi, ataupun mengadaptasi berbagai sumber belajar tersebut agar sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing. Melimpahnya sumber belajar juga berarti guru harus semakin memiiki kemapuan untuk mengembangkan berbagai inovasi model pembelajaran yang lebih efektif bagi siswa. Dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar digital, guru dapat mengembangkan berbagai model pembelajaran berabasis pendekatan student center, active learning, aneka sumber, dll. Sejumlah portal penyedia konten pembelajaran yang wajib diketahui antara lain portal Rumah Belajar belajar.kemdikbud.goid, tve.kemdikbud.go.id, suaraedukasi.kemdikbud.go.id, radioedukasi.kemdikbud.go.id,m-edukasi.kemdikbud.go.id, dll. Portal pembelajaran tersebut resmi milik Kemdikbud dan dapat diakses secara bebas. Anda dapat mengunduh konten, mengedit, bahkan modifikasi dan menggunakannya sesuai kebutuhan.

Tools pembelajaran. Tools mencakup perangkat keras dan aplikasi pembelajaran dapat dilihat pada dua fungsi, yaitu pertama; tools sebagai alat bantu pengelola pembelajaran agar pembelajaran lebih menarik, lebih efektif, dan memotivasi siswa. Fungsi ini mencakup tools sebagai alat produksi atau pengembang media pembelajaran, penyajian, pengelolaan aktivitas belajar, sampai dengan  evaluasi pembelajaran. Kedua, tools merupakan alat yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran itu sendiri. Dalam fungsi ini, siswa dapat mengembangkan berbagai kreativitas dengan menggunakan tools. Sebagai contoh, aplikasi augmented reality (AR) dapat dimanfaatkan oleh guru untuk menyajikan materi pembelajaran tertentu dengan sangat menarik dan interaktif. Namun juga, aplikasi AR sendiri dapat diajarkan kepada siswa agar siswa dapat mengembangkan berbagai kreativitas.

Etika dan sadar risiko. Saring sebelum sharing merupakan kemampuan yang sangat penting untuk menghindari risiko. Kompetensi ini memerlukan kematangan dalam bersikap. Banyak kasus pelanggaran terhadap undang undang ITE (informasi dan transaksi elektronik) dikarenakan oleh ketidak tahuan dan ketidak hati-hatian. Di antara tindakan-tindakan yang berpotensi melanggar etika, kesusilaan, dan hukum, seperti; pelanggaran kesusilaan (pornografi), perjudian, pencemaran nama baik, pemerasan, ancaman, berita bohong (hoax), ujaran kebencian, plagiasi, pencemaran nama baik, pelanggaran SARA, dll. Selengkapnya dapat dibaca pada UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE Bab VII, pasal 27 – pasal 37.

Belajar cara belajar. Guru, selain sebagai seorang pengajar, dia juga adalah seorang pembelajar. Guru adalahorang yang tidak pernah berhenti belajar dan mengembangkan diri. TIK, khususnya internet, memberikan peluang kepada siapapun untuk terus belajar. Search engine sudah mengubah prilaku belajar manusia saat ini. Kalau dahulu orang mencari sumber-sumber ilmu pengetahuan akan pergi ke perpustakaan atau menemui lembaga atau nara sumber ahli, maka saat ini googling menjadi pilihan pertama. Hampir seluruh pertanyaan ada jawabnya di internet. Sebut saja, dari mulai cara menambal panci bocor sampai dengan teori atom dapat diperoleh di “mbah google” atau di Youtube. Belajar cara belajar terkait dengan upaya meningkatkan kompetensi diri yang paling efektif sesuai dengan kebutuhan tantangan perubahan. Perubahan yang cepat memerlukan kemampuan belajar cepat. Menjadi fast learner bagi seorang guru menjadi suatu keharusan.

Media sosial. Medsos seperti youtube, whats app, IG, dll menjadi media yang sangat banyak digunakan saat ini. Seorang guru tidak boleh gaptek, guru harus juga mampu memanfaatkan medsos, namun bukan sekedar untuk up date status, tapi untuk pembelajaran. Sebagaimana media lainnya, medsos memiliki karakteristik, baik keunggulan ataupun kelemahan untuk dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Tugas seorang guru adalah memanfaatkan potensi keunggulannya. Medsos dapat menjadi sarana berbagi dan berkolaborasi di antara siswa. Pembelajaran menjadi tidak terbatas dengan dinding ruang kelas.

Software dan aplikasi. Software dan aplikasi pembelajaran dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok, antara lain; perangkat produksi media, perangkat penyajian, dan perangkat pengelolaan. Perangkat produksi, misalnya kamera foto, video, perekan suara, desain grafis, dll. Perangkat penyajian, misalnya pdf, ppt, podcast, video, dll. Perangkat pengelola pembelajaran, misalnya kelas maya, ujian interaktif, moodle, dll.

Pembahasan secara lebih lanjut dan praktek penggunaan software dan aplikasi akan lebih diperdalam di level 02 dan level 03.

TIK tepat guna. Kompetensi terakhir namun tidak kalah pentingnya (last but not least) adalah kemampuan memanfaatkan TIK secara bijak, tepat guna, dan produktif. Tugas utama seorang guru bukanlah mengajar, tapi membelajarkan. Meskipun seorang guru telah seharian berdiri di depan kelas dan memberikan ceramah sepenuh waktu, namun belum tentu membelajarkan. Demikian juga penggunaan TIK di depan kelas belum tentu membelajarkan apabila perangkat TIK tersebut hanya digunakan sebagai pengganti guru mengajar. TIK untuk pembelajaran pada dasarnya adalah TIK untuk membelajarkan. Oleh karena itu, seorang guru dituntut untuk memiliki kemampuan menggunakan TIK secara tepat guna. Hadirnya TIK di ruang kelas, bahkan di tangan siswa, harus diimbangi dengan lahirnya inovasi baru dalam pembelajaran yang lebih produktif dan berhasil guna.

Demikian, delapan aspek kompetensi literasi TIK bagi guru menurut versi Pembatik 2021, semoga bermanfaat. Uraian lebih lanjut dan lebih lengkap dapat Anda baca pada modul Pembatik. (Kusnandar, PTP Madya Pusdatin)

 

Referensi Literasi TIK

Naskah Akademik dan Kerangka Kerja Kompetensi TIK bagi Guru, Pustekkom Kemendikbud, 2012

Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru

Saleh, Baso, Literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Masyarakat di Kawasan Mamminasata, Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Jurnal Pekommas, Vol. 18 No. 3, Desember 2015: 151 – 160

Sevima, Pengertian Literasi Menurut para Ahli, Tujuan, Manfaat, Jenis, dan Prinsip

https://sevima.com/pengertian-literasi-menurut-para-ahli-tujuan-manfaat-jenis-dan-prinsip/

Syarifudin, Literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi, Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan  Komunikasi dan Informatika, Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 17 No.2, Desember 2014: 153-164

Sadiman, Arief dkk, Media Pendidikan, Pengertian, Pemanfaatan, dan Pengembangannya, edisi revisi 2020, Pusdatin.

https://www.literasipublik.com/pengertian-literasi-media

https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/09/pemerintah-terus-berkomitmen-dalam-mengentaskan-buta-aksara

Undang undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Undang undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

UNESCO, ICT Framework

https://iite.unesco.org/pics/publications/en/files/3214694.pdf

UNESCO, ICT Competency Framework for Teacher

https://en.unesco.org/themes/ict-education/competency-framework-teachers

Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Literasi

Warsihna, Jaka, Meningkatkan Literasi Membaca dan Menulis Dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Jurnal Kwangsan, Vol 4, No. 2 tahun 2016

https://jurnalkwangsan.kemdikbud.go.id/index.php/jurnalkwangsan/article/view/84/65

Youtube, Belajar cara belajar, https://www.youtube.com/watch?v=E0YbTynpAtM

https://belajar.kemdikbud.go.id/

https://m-edukasi.kemdikbud.go.id/medukasi/

https://radioedukasi.kemdikbud.go.id/

http://suaraedukasi.kemdikbud.go.id/

https://tve.kemdikbud.go.id/