TAK MAU UPGRADE DIRI PERANMU AKAN TERGANTI TEKNOLOGI

Di era digital saat ini masih banyak guru yang datang ke sekolah sekedar “mengajar”. Bermodalkan buku paket, daftar hadir dan daftar nilai, dengan percaya diri melangkah menuju kelas-kelas yang kini dihuni oleh siswa millenial. Seolah menjadi orang paling pintar dan berkuasa di kelas, pengajaran yang diberikan masih konvensional, datang, duduk, kemudian berpidato layaknya penceramah. Kadang kita sebagai guru belum bisa bangun dari tidur pulas, ilmu pengetahuan yang dulu biasa kita peroleh dari buku dan para guru, sekarang bisa kita peroleh hanya dengan one click di komputer ataupun one touch pada layar smartphone. Hal ini memicu timbulnya sebuah wacana bahwa inilah masa depan dunia pendidikan. Dengan munculnya wacana itu, banyak yang beranggapan bahwa siswa tak perlu lagi pergi ke sekolah. Karena semua bisa diakses melalui one click/touch saja. Sehingga, jika guru hanya berperan untuk transfer ilmu saja, maka lama-lama peran mereka akan tergantikan oleh teknologi.

Kekhawatiran bahwa posisi guru dapat tergantikan oleh teknologi bukan tanpa alasan. Beberapa temuan hasil penelitian mendukung kekhawatiran itu. Penelitian oleh National Institute of Information Technology (NIIT) menunjukkan bahwa ternyata siswa mampu belajar secara otodidak, melalui pengajaran sesama teman dalam mengoperasikan komputer dan internet. Penelitian lainnya yang dilakukan OECD menunjukkan bahwa siswa yang telah terpapar internet dan mampu mengoperasikan komputer untuk belajar, ternyata memiliki rata-rata nilai yang lebih tinggi dibanding anak lainnya.

Pada saat ini Kemdikbud tengah gencar-gencarnya menuntut guru untuk melakukan pembelajaran berbasis keterampilan abad 21 yang terangkum dalam 4C (communication, collaborative, critical thinking and creativity). Selain keterampilan tersebut menurut Zubaidah (2016) siswa harus memiliki kemampuan literasi informasi yaitu kemampuan yang harus dimiliki siswa untuk memilih sumber dan informasi yang relevan dari internet, kemudian menemukan sumber yang berkualitas dan melakukan penilaian terhadap sumber dari aspek objektivitas, reliabilitas, dan kemutahiran.

Smartphone sebagai sumber belajar favorit siswa millenial

Langkah yang tepat dalam beradaptasi di dunia digital adalah dengan memahami karakteristik siswa generasi millenial, yaitu kemampuannya untuk mengakses informasi dalam jumlah yang nyaris tak terbatas dalam waktu singkat. Hal ini ditunjang oleh pengoperasian komputer maupun gadget yang tersambung dengan jaringan internet. Sehingga sudah bukan zamannya lagi guru, buku dan diktat-diktat konvensional menjadi narasumber utama. Mesin pencari powerfull seperti Google, Youtube dan sebagainya terbukti mampu menyediakan ribuan bahan ajar yang lebih bervariasi dari segi tampilan dan kualitasnya. Selain itu sekarang sudah banyak situs aplikasi pendidikan berbasis website berbayar seperti Quipper, Kumon, Ruang Guru, maupun yang dapat diakses secara gratis seperti Rumah Belajar Kemdikbud. Dengan begitu, siswa lebih berpotensi memiliki wawasan global yang tak dapat dibendung, dan mampu mengembangkannya secara mandiri tanpa bantuan guru.

Pemaparan fenomena di atas, semakin tampak bahwa siswa pada porsi tertentu ternyata tidak membutuhkan kehadiran guru. Keadaan ini cukup mengkhawatirkan para guru masa kini. Para siswa yang kini telah akrab dengan teknologi informasi akan cenderung cuek dengan gurunya. Bahkan beragam kenakalan siswa dampak dari kemajuan teknologi akan bermunculan. Menghadapi fenomena ini, suka atau tidak guru dipaksa tahu banyak tentang kehidupan maya, sehingga mampu mengikuti arus berpikir siswa.

Sir Ken Robinson, seorang pakar pendidikan dunia dilansir dari Headline talks from the annual conference of Learning Without Frontiers (2012) mengemukakan bahwa apabila fungsi guru hanya terbatas pada penyampaian informasi dan pengajaran konsep, maka otomatis guru tergantikan oleh teknologi. Akan tetapi, sejatinya fungsi guru tidak hanya sebatas penyampai informasi dan pengajar konsep, guru yang baik akan mampu menjalankan fungsi sebagai provokator yang peka, peduli, dan proaktif terhadap perkembangan kreatifitas anak didiknya. Selaras dengan itu Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyebutkan tenaga pengajar seperti guru dan dosen juga menjadi salah satu profesi yang tetap diperlukan di masa depan. Meskipun, saat ini telah ada teknologi yang memungkinkan untuk belajar jarak jauh. “Tetap beda rasanya mendengarkan kuliah lewat TV, video conference dibanding dengan mendengarkan kuliah langsung dari orangnya,”. Peran guru dalam mendidik tidak lagi hanya sebagai transfer ilmu semata, lebih dari itu guru harus berperan penumbuhan karakter dan menjadi teladan bagi siswanya.

Isu seharusnya ini menjadi lecutan semangat bagi para guru untuk belajar beradaptasi dan meningkatkan kualitas pembelajaran dengan terus mengupgrade diri. Ini zaman Now, maka sudah saatnya guru juga menyesuaikan diri dengan perubahan peran barunya. Bukan lagi hanya sebagai sumber belajar saja, tetapi lebih berperan sebagai Motivator, Navigator, Verivikator dan Validator.

 

Motivator

Sebenarnya, tanpa kehadiran guru yang kreatif dan inovatif, kehadiran internet dan komputer tidak akan banyak berarti bagi proses pembelajaran. Sebaliknya, dengan kreatifitas dan inovasi guru, kedua hal tersebut dapat menjadi bahan yang mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.

Pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) dengan memanfaatkan teknologi, seperti penugasan berbasis teknologi, project kelompok berbasis teknologi, dan diskusi menggunakan kelas maya, merupakan pembelajaran yang akan membuat siswa mengasah pemikiran dan kreatifitas. Jangan ragu untuk membuat terobosan sekecil apapun selama hal tersebut mampu membuat siswa bersemangat dan semakin termotivasi untuk belajar. Tidak ada yang lebih baik dalam memotivasi selain manusia. Teknologi tidak akan mampu melakukannya. Jadi, optimalkan peran ini.

Navigator

Mari ibaratkan dunia maya sebagai belantara informasi yang sangat luas bahkan tak berbatas. Kebebasan tanpa batas pada suatu saat akan dapat berbalik menyesatkan siswa. Bukan tidak mungkin siswa tersesat pada konten-konten internet nergatif yang tidak relevan dengan kegiatan pembelajaran seperti pornografi, cyber crime, berita hoax dan plagiarisme.

Dalam hal ini, guru memiliki tanggung jawab untuk mengarahkan siswa dalam pencarian informasi yang tepat dan relevan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Selain itu, sebagai navigator guru juga berperan untuk mengarahkan siswa agar dapat berperilaku sesuai etika dan moralitas di dunia maya.

Verifikator dan Validator

Informasi yang diakses siswa di internet tidak semuanya benar. Siswa seringkali belum memiliki pemikiran yang cukup kritis, sehingga menganggap segala hal yang ada di internet merupakan hal yang benar. Disinilah pentingnya peran guru yang bertanggungjawab untuk memverifikasi dan memvalidasi informasi yang ditemukan siswa dari pengoperasian teknologi. Hal ini dapat menjadi lahan bagi guru untuk menanamkan nilai-nilai karakter yang dapat mambawa pemikiran kritis siswa terhadap informasi yang diperoleh dari dunia maya.

Siswa dipersiapkan untuk mampu menghadapi kehidupan di abad ke-21 sebagai tantangan besar perjuangan guru. Bangga menjadi guru bukan lantas menikmati tunjangan profesi tanpa berpikir untuk meningkatkan kualitas diri. Mari Segera berbenah, motivasi diri untuk berubah, para siswa merindukan kehadiran guru-guru kreatif yang menginspirasi di sekolah.

RUJUKAN

Brodjonegoro, Bambang. 2018. Pekerjaan yang Tak Akan Bisa Digantikan Robot di era Revolusi Industri 4.0. (online) (https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3878742/, diakses 26 September 2018)

Mitra, Sugatra. 2013. Hole in The Wall Project. National Institute of Information Technology (NIIT). (online) (http://www.hole-in-the-wall.com, diakses 26 September 2018)

OECD. 2013a.  PISA 2012 Results: What Students Know and Can Do – Student Performance in Mathematics, Reading and Science (Volume 1, Revised edition, February 2014), PISA:OECD Publishing.

Robinson, Sir Ken. 2011. Leading a Learning Revolution Headline talks from the annual Learning Without Frontiers conference, (online) (https://www.youtube.com/watch?v=-XTCSTW24Ss, diakses 26 September 2018)

Zubaidah, Siti. 2016. Keterampilan Abad ke-21: Keterampilan melalui Pembelajaran. Conference Paper, (online) (https://www.researchgate.net/publication/318013627, di akses 24 September 2018)