MEMBANGUN SOSIAL MEDIA POSITIF DENGAN GERAKAN RT-2P

Kebebasan menyebarkan informasi  secara individu maupun kelompok  dapat mengantarkan kita kepada dua pintu pilihan yaitu jeruji besi atau pintu ketenaran.   Beberapa cerita duka  yang datang silih berganti sebut saja kasus Amar Alsaya  Dalimunthe  (2018) atau kasus akun Facebook  Ancha Evus dengan status ” Martabak Telor” (2017) merupakan dampak hukum akibat kebebasan sosial informasi yang tak mengenal batas usia.

Kebutuhan internet dalam sendi kehidupan berkembang begitu cepat. Internet digunakan oleh pengguna  media sosial dunia sebanyak 7,95 Milyar, dan terdapat  pengguna internet asal Indonesia adalah sebanyak 4,02 Milyar. Sepanjang tahun 2018 terjadi penambahan pengguna media sosial sebanyak 362 juta orang atau sebesar empat puluh pesen.

Para pengguna media sosial  memanfaatkan  media sosial  sebagai memperluas interaksi berdasarkan kesamaan nilai/hobi, berbagi  informasi dan chating, juga untuk pencitraan dan prestige. Selain itu dapat juga  sebagai media kampanye, transaksi maupun sebagai media  e-learning dalam pendidikan.

Pengaruh revolusi digital atau era 4.0 menyebabkan generasi Z dan generasi  α telah mengalami perubahan cara berkomunikasi dan berperilaku. Situs internet paling banyak digunakan untuk bersosialmedia misalnya Twitteer, Friendstar, Hi5, Myspace, Youtube, Blogger, Facebook dan lain-lain.  Sosial media hadir sebagai wujud Internet Of Things  yang memungkinkan orang untuk saling berbagi informasi antara satu dengan orang yang lain tanpa batas.

Pengguna media sosial terbesar adalah anak muda mulai dari yang memasang status, mengirimkan berita, berbagi cerita hingga berkeluh kesah. Berita dan informasi yang tersebar ini dapat diakses secara bebas oleh pengguna media sosial. Hal ini menyebabkan informasi yang salah sekalipun dianggap benar oleh pengguna.

Untuk mencegah dan menyaring informasi atau konten yang salah atau dapat menjerumuskan orang untuk salah menggunakan informasi ini maka para remaja atau pengguna media sosial perlu diberikan keterampilan untuk memahami  serta menganalisis konten online kemudian memahami  efek konten tersebut kepada dirinya, temannya, keluarga, dan masa depannya sebelum dibagikan kepada orang lain.

Salah satu keterampilan abad 21 yang dapat digunakan dalam menghadapi era globalisasi dan era revolusi industri 4.0 adalah keterampilan berpikir kritis dan empati.  Apa itu berpikir kritis? Berpikir kritis merupakan proses yang dilakukan secara sadar untuk memaknai sekaligus mengevaluasi sebuah informasi berdasarkan pengalaman,keyakinan,dan kemampuan yang dimiliki diri sendiri (Mertes, 1986).

Adapun manfaat berpikir kritis ini dapat  digunakan untuk meminimalkan perbedaan presepsi, tak mudaah ditipu, memiliki banyak ide, menjadi seorang yang objektif dan dapat melihat masalah dari berbagai sudut pandang.

Keterampilan lainnya yang sangat diperlukan dalam mengolah konten media sosial  adalah empati. Empati merupakan kemampuan memahami orang lain tanpa harus mengalaminya langsung . Tahapan berempati dimulai dari pikiran , perasaan dan perilaku.

Empati sendiri berbeda dari apati dan simpati. Perbedaan ini terletak bagaimana kita memahami diri sendiri dan diri orang lain.  Apati adalah sikap tidak perduli kepada orang lain sedangkan simpati merupakan sikap peduli kepada perasaan orang lain namun tidak ingin terlibat dalam kehidupan orang lain tersebut.

Media hadir sejalan dengan perkembangan Teknologi dan Informasi menyebabkan sulitnya sistem memverifikasi informasi yang masuk dan yang dibagi kepada orang lain. Imbas negatif dari adanya media sosial ini adalah banyaknya tindak kriminal misalnya penculikan, fitnah, ujar kebencian, pemerkosaan, berita bohong atau hoax bahkan sampai  pada kasus pembunuhan.Namun demikian di sisi lain dampak positif dapat diperoleh melalui  media sosial adalah informasi yang diperoleh sudah diproses dan tersimpan di dalam sistem data yang besar yang disebut sebagai awan (Cloud). Selain itu pendidikan melalui e-learning dapat membantu kesempatan belajar seluas-luasnya bagi peserta didik dan masyarakat di manapun berada.

Agar dampak negatif dari sebaran informasi yang tak terkendali ini dapat diminimalisir maka peran guru dan orang tua dalam mendampingi remaja maupun untuk dirinya sendiri adalah enggan melakukan tahapan  strategi RT-2P.

Apa Itu Strategi RT-2P ?

  1. Rasakan

 

  1. Tahan

Tahan dulu informasi yang masuk maupun yang akan kita bagi kepada orang lain.

  1. Pikirkan

 

  1. Putuskan

Jika informasi benar dan bermanfaat maka silahkan berbagi dengan orang lain.

Hampir sebagian besar pengguna media sosial  adalah usia remaja maka untuk itu role model yang perlu dikembangkan dan diimplementasikan merupakan tanggungjawab bersama antara remaja,orang tua dan guru sebagai pendidik di sekolah. Hal ini diharapkan bahwa para remaja maupun para pengguna media sosial  dapat memanfaatkan kebebasan menyampaikan informasi secara bertanggungjawab. Hal ini disebabkan karena kita semua tidak punya kebebasan untuk memilih konsekuensi dari tindakan apa saja yang kita lakukan.