Eksistensi Kids Zaman Now di Era Globalisasi

“Kids zaman now” adalah sebuah istilah dengan makna “anak-anak zaman sekarang”. istilah ini memang sedang hangat diperbincangkan. Mereka mencampurkan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. Secara kebahasaan memang salah karena kids yang berarti anak-anak dan now yang berarti sekarang merupakan bahasa asing. Entah dari mana istilah tersebut sehingga sangat melekat di kuping halayak banyak. Di era “zaman now” ini mengajar bukanlah pekerjaan yang mudah, bukan hanya membuat mereka pintar akan pelajaran yang kita sampaikan. Namun, lebih meningkatkan rasa kepedulian terhadap norma kesopanan juga cara bersikap yang baik dan santun dalam bicara. Apa yang sebenarnya terjadi terhadap “kids zaman now”?

Lucu memang dihadapkan oleh Kids Zaman Now, fenomena demi fenomena datang memperlihatkan kekonyolan atau kelucuan mereka. Contohnya, beberapa bulan lalu ada fenomena “Goyang Dua Jari”. Merupakan parodi dari sebuah aplikasi yang mengharuskan mereka bergoyang namun hanya dua jari telunjuk dan jari tengah yang goyang, dengan lidah keluar. Entah kurang kerjaan atau memang mereka ingin sebuah eksistensi. Selain itu, lagu Terangkanlah milik Opick dengan sentuhan musik yang berbeda, lirikpun sedikit diubah dan diisi dengan cuplikan goyangan yang menghibur.

Banyak kasus yang bisa kita lihat di era-canggihnya teknologi sekarang, hampir semua anak memiliki ponsel, dan kebanyakan orang tua mereka mampu memfasilitasi untuk membeli paket data agar tersambung internet. Sehingga, dengan mudah mereka mengakses lebih banyak konten, seperti: tontonan di youtube, game online, sosial media atau sesuatu yang tidak baik atau berlebih bagi mereka. Contohnya: mereka dengan mudah menonton video porno, bisa dengan mudah mengakses sesuatu yang tidak penting di sosial media seperti: “update” di social media dengan hal-hal yang tidak penting, mereka menunjukan bahwa sebuah kebanggaan dan kekinian dalam bergaul, Berbicara Kids zaman Now, media sosial lah sebagai wadah bagi mereka. Instagram salah satunya sebagai sosial media yang paling mendominasi dari sosial media lain. Postingan atau unggahan bisa dengan mudah dilihat oleh siapapun. Terlebih menjadi mudah apabila menggunakan tagar Kids Zaman Now di kolom pencarian dan kita dapat mengetahui apa saja yang sedang tren saat ini.

Negatifnya, apabila dalam pencarian Kids Zaman Now menemukan hal-hal negative, Tidak menutup kemungkinan tren negatif juga akan berkembang dikalangan anak-anak. Seperti contoh, unggahan dengan tagar Kids Jaman Now dan gambar atau video diunggahan tersebut berupa seseorang yang sedang makan ditempat mewah, atau menggunakan pakaian yang tak pantas, atau membuat parodi tidak berbobot, atau kebut-kebutan saat berkendara.

Banyak faktor yang membuat “kids zaman now” menjadi jauh dari adat kesopanan terhadap orang yang lebih tua di rumah ataupun di sekolah, menurut pengalaman saya sebagai guru swasta di Jakarta, anak menjadi seperti itu dikarenakan kelalaian orang tua yang lebih takut jika anak mereka marah atau mogok sekolah. Ketika ponsel salah satu murid disita oleh pihak sekolah, lantaran murid tersebut membawa ponsel ke sekolah, kemudian sepulang sekolah anak tersebut datang dengan walinya untuk menuntut guru agar dikembalikan, disebabkan anak tersebut marah dan mogok sekolah, ya! prihatin memang. Lagi-lagi kami dikagetkan dengan tingkah laku kids zaman now. Bukan hanya satu kejadian itu saja, namun berulang terhadap wali murid lain.

Faktor lain yang menyebabkan “kids zaman now” semakin jauh dari norma yakni, game online di ponsel mereka. Contohnya saja permainan perang-perangan, dimana mereka diharuskan memiliki tim untuk bertarung dan itu sangat menyita waktu dan mengakibatkan ketagihan. Saya pernah memergoki murid saya dengan asiknya bermain game online bersama teman-temannya di dalam kelas ketika jam istirahat, tentu saja mereka melanggar banyak hal salah satunya membawa ponsel ke sekolah dan memainkannya.  Mereka lalai bahwa kewajibannya yakni sebagai pelajar harus bisa membagi waktu antara sekolah dengan belajar, Dengan banyaknya game online yang sangat menyita waktu mereka, sehingga pelajaran di sekolah bukanlah prioritas baginya.

Permasalahan lain dari game tersebut, terkadang ada beberapa karakter dari permainan itu berpakaian serba minim seperti kartun jepang dan lain sebagainya. Sehingga, bisa saja kids tersebut berimajinasi lebih dari visual. Disayangkan apabila orang tua tidak mengawasi kids dalam memilih permainan. Anak lebih mudah menga

Selain itu, lingkungan masyarakat mempengaruhi gaya pikir dan gaya penampilan. Rata-rata murid lebih banyak menghabiskan waktu hampir setengah hari di sekolah bersama teman-temannya, sehingga tidak bisa dipungkiri pola berpikir anak bisa terpengaruh oleh teman sebaya mereka. Sebagai contoh, sebut saja Mawar, Melati dan Tulip. Mereka disebut oleh teman-temannya “gank menor”, Setelah guru memperhatikan gaya mereka, memang saja julukan tersebut dilontarkan oleh teman-temannya, dikarenakan seusia mereka sudah berani menggunakan lipstik sepulang sekolah, juga berani mewarnai rambut. Pihak sekolahpun tidak tahu akan hal tersebut dikarnakan mereka dengan cerdik menyiasatkan dengan menggunakan kerudung.

Jadi, sebagai guru kami memiliki PR yang tidak mudah untuk membangun rasa empati terhadap murid di sekolah, namun kami tidak akan berhasil jika lingkungan rumah dan masyarakat tidak mendukungnya. Diharapkan dengan perkembangan zaman ini, anak tidak dijadikan korban dan memiliki sikap yang baik dan sopan.