Ubah kelas konvensional ke kelas digital modern dengan Rumah Belajar

sosialisasi Rumah Belajar dari sekolah ke sekolah

“Sahabat Rumah Belajar dimanapun anda berada, ayo ubah kelas konvensional menjadi kelas digital modern dengan menggunakan Rumah Belajar.” Kalimat prolog membuka sosialisasi Rumah Belajar dari sekolah ke sekolah yang saya lakukan setelah kegiatan BimTek Level 3 PembaTIK Propinsi Jatim yang telah dilaksanakan selama tiga hari di Surabaya.

Sebagai pendidik sejati harus mengikuti perubahan zaman. Generasi Z yang guru hadapi saat ini adalah generasi android yang tidak bisa lepas dengan gadgetnya. Melarang menggunakan android bukanlah suatu hal yang seratus persen baik, karena android adalah zaman mereka. Oleh karena itu Pustekkom Kemdikbud mengeluarkan aplikasi sebagai jalan alternatif buat para pendidik kepada peserta didik yaitu portal Rumah Belajar yang bisa diakses dimana saja, kapan saja , dengan siapa saja.

Salah satu cara saya sebagai pendidik dalam menyebarkan aplikasi Rumah Belajar secara massif adalah sosialisasi Rumah Belajar dari sekolah ke sekolah. Sekolah yang saya pilih adalah sekolah di kota saya sendiri terlebih dahulu, kemudian ke daerah lain. Mulai dari level TK, SD, SMP, SMA, dan SMK saya kunjungi untuk memerangi konten negatif yang setiap hari muncul di internet.

Berdasarkan web kominfo.go.id, sejak 2015, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) blokir 800 ribu situs negatif bekerja sama dengan pelaku layanan internet seperti Facebook, Twitter, dan lain-lain menyaring dan membuat daftar konten positif. Sejauh ini, situs negatif masih mendominasi. Selama kurun waktu tersebut ada 800.000 situs yang masuk dalam daftar hitam konten Trust Positif. Semua situs ini sudah diblokir. Sedangkan daftar konten positifnya terbilang masih sedikit, yakni baru ada 250.000 situs.

Dalam memerangi konten negatif di media sosial (medsos), pemerintah menggunakan sistem strategi hulu hingga hilir. Sistem ini melibatkan semua elemen bangsa mulai dari pemerintah, masyarakat di semua kalangan, perusahaan medsos seperti Facebook, Twitter, Instagram dan lain-lain.Hulunya adalah literasi informasi sesuai amanah UU ITR no.19 tahun 2016. Sedangkan di sisi hilir ada pendekatan hard approach seperti pemblokiran situs dan sebagainya. [Sumber : //inet.detik.com/cyberlife/d-3618499/kominfo-blokir-800-ribu-situs-negatif].

Dari informasi yang saya dapat tersebut. Saya sebagai pendidik berfikir bahwa sosialisasi Rumah Belajar ini sangat penting untuk peserta didik yang notabene generasi android. Para siswa akan merasa senang jika dikenalkan dengan aplikasi yang bisa di install di gadget mereka. Aplikasi Rumah Belajar yang mudah digunakan sangat membantu guru dalam pembelajaran. Hal terpenting yang akan kita dapat adalah sebagai pengurang konten negatif yang munculnya tidak bisa dicegah.

Install secara massif aplikasi Rumah Balajar di Playstore dengan cara klik Playstore , ketik Rumah Belajar, lalu klik install merupakan salah satu alternatif positif untuk dunia pendidikan dalam memerangi konten negatif. Sasaran utama saya adalah siswa dan selanjutnya guru. Kenapa siswa ? karena jumlah siswa jauh lebih banyak dari jumlah guru. Ada atmosfir positif ketika sosialisasi Rumah Belajar ke siswa yang nampak dari antusias mereka dalam menyambut portal Rumah Belajar Kemdikbud.

sosialisasi ke seluruh siswa tentang Rumah Belajar

Sudah 10 sekolah yang saya kunjungi dalam seminggu ini dan hasilnya sangat positif terlihat dari sambutan sekolah-sekolah tersebut. Misalnya pada satu sekolah ada 1000 siswa yang menginstall aplikasi Rumah Belajar, dan dikalikan 10 sekolah, maka sudah 10.000 siswa mengarah ke konten positif sehingga secara perlahan konten negatif akan tersingkir dengan sendirinya.

Jika bertolok ukur pada isi aplikasi, sangat bagus untuk siswa, guru, dan masyarakat luas. Penggunaannya begitu mudah dan semua diberikan secara gratis. Fitur – fitur aplikasi Rumah Belajar Kemdikbud akan semakin maju seiring dengan dukungan segenap masyarakat luas dalam menyambutnya.