“Penerapan Pendekatan Somatic Auditori Visual Intelektual (SAVI) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PPKn Kelas VIII SMP Negeri 3 Dondo Kabupaten Tolitoli”

BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Penelitian yang Relevan
Penelitian merupakan sebuah pengkajian permasalahan oleh seorang peneliti yang dituntut sebuah keilmiahan, baik secara metode maupun konsep yang secara rasional dapat diterima. Sebuah penelitian seseorang tidak tertutup kemungkinan membutuhkan informasi-informasi dari karya orang lain, baik itu sebuah teori maupun karya yang relevan dengan penelitiannya.
Pelaksanaan penelitian ini, penulis mengambil dua hasil penelitian yang relevan dengan judul penelitian ini, permasalahan yang peneliti rumuskan dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan dengan tujuan dapat mengambil informasi dari penelitian sebelumnya sebagai salah satu referensi dan sebagai penyempurnaan penelitian sebelumnya. Penulis mengambil 2 referensi hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan judul dan rumusan permasalahan yang akan diteliti.
2.1.1 Anggraeni Karini (2013:33). Judul “Pendekatan Somatic Auditori Visual Intelektual (SAVI) untuk meningkatkanhasil belajar siswa kelas VIII SMPN 1 Mojokerto pada mata pelajaran Matematika”. Pada tindakan siklus I, pada hasil belajar siswa mendapat persentase pada sebesar 48,08%. Pada hasil analisis tes hasil beajar siklus II dimana jumlah 15 siswa dinyatakan tuntas dengan persentase ketuntasan klasikal 87,23%. Dengan demikian penggunaan Pendekatan Somatic Auditori Visual Intelektual (SAVI) Mata Pelajaran Matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas VIII SMPN 1 Mojokerto.
2.1.2 Hardianti (2012:39). dengang judul “Menggunakan Pendekatan Somatic Auditori Visual Intelektual (SAVI) Siswa Kelas VIII Semester Gasal SMP Negeri 1 Barru pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia.” Perolehan persentase pada siklus I diperoleh KBK 80,75% dan pada siklus II KBK meningkat 91,9% dari penelitian tersebut. Jika melihat dari persentase di atas, maka terlihat lonjakan kenaikan dari siklus I ke siklus II.
2.2 Kajian Teori
2.2.1 Landasan Teori Somatic, Auditori, Visual dan Intektual (SAVI)
SAVI singkatan dari Somatic, Auditori, Visual dan Intektual. Teori yang mendukung pembelajaran SAVI adalah Accelerated Learning, teori otak kanan/kiri; teori otak triune; pilihan modalitas (visual, auditorial dan kinestetik); teori kecerdasan ganda; pendidikan (holistic) menyeluruh; belajar berdasarkan pengelaman; belajar dengan symbol. Pembelajaran Somatic Auditori Visual Intelektual (SAVI) menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara-cara yang berbeda. Mengkaitkan sesuatu dengan hakikat realitas yang nonlinear, nonmekanis, kreatif dan hidup. Selanjutnya Dave Meier. (2003:114). The Accelerated Learning HandBook. Penterjemah Rahmani Astuti mengemukakan lebih lanjut lagi mengenai Somatic Auditori Visual Intelektual (SAVI), yaitu:
1) Prinsip Dasar
Dikarenakan pembelajaran Somatic Auditori Visual Intelektual (SAVI) sejalan dengan gerakan Accelerated Learning (AL), maka prinsipnya juga sejalan dengan AL yaitu:
(1) Pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh.
(2) Pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkonsumsi.
(3) Kerjasama membantu proses pembelajaran.
(4) Pembelajaran berlangsung pada benyak tingkatan secara simultan.
(5) Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik.
(6) Emosi positif sangat membantu pembelajaran.
(7) Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.

2) Karakteristik
Sesuai dengan singkatan dari SAVI sendiri yaitu Somatic, Auditori, Visual dan Intektual, maka karakteristiknya ada empat bagian yaitu:
(1) Somatic
”Somatic” berasal dari bahasa yunani yaitu tubuh-soma. Jika dikaitkan dengan belajar maka dapat diartikan belajar dengan bergerak dan berbuat. Sehingga pembelajaran somatic adalah pembelajaran yang memanfaatkan dan melibatkan tubuh (indera peraba, kinestetik, melibatkan fisik dan menggerakkan tubuh sewaktu kegiatan pembelajaran berlangsung).
(2) Auditori
Belajar dengan berbicara dan mendengar. Pikiran kita lebih kuat daripada uyang kita sadari, telinga kita terus menerus menangkap dan menyimpan informasi bahkan tanpa kita sadari. Ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara beberapa area penting di otak kita menjadi aktif. Hal ini dapat diartikan dalam pembelajaran siswa hendaknya mengajak siswa membicarakan apa yang sedang mereka pelajari, menerjemahkan pengalaman siswa dengan suara. Mengajak mereka berbicara saat memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan informasi, membuat rencana kerja, menguasai keterampilan, membuat tinjauan pengalaman belajar, atau menciptakan makna-maknan pribadi bagi diri mereka sendiri.
(3) Visual
Belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak kita terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera yang lain. Setiap siswa yang menggunakan visualnya lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau program computer. Secara khususnya pembelajar visual yang baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon dan sebagainya ketika belajar.
(4) Intektual
Belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Tindakan pembelajar yang melakukan sesuatu dengan pikiran mereka secara internal ketika menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Hal ini diperkuat dengan makna intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, dan memecahkan masalah.

2.2.2 Pendekatan Somatic Auditori Visual Intelektual (SAVI)
Pembelajaran Somatic Auditori Visual Intelektual (SAVI), belajar berdasarkan Aktifitas berarti bergerak aktif secara fisik ketika belajar, dengan memanfaatkan indra sebanyak mungkin, dan membuat seluruh tubuh/pikiran terlibat dalam proses belajar. Belajar berdasarkan aktifitas secara umum jauh lebih efektif dari pada yang didasarkan presentasi, materi, dan media. Pembelajaran SAVI sejalan dengan gerakan Accelerated Learning (AL), maka prinsipnya juga sejalan dengan AL yaitu pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh, pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkonsumsi, kerjasama membantu proses pembelajaran, pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan, belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik, emosi positif sangat membantu pembelajaran, otak menyerap informasi secara langsung dan otomatis. Pembelajaran tidak otomatis meningkat dengan menyuruh orang berdiri dan bergerak kesana kemari. Akan tetapi, menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra dapat berpengaruh besar pada pembelajaran. (Meier, 2002:90-91).
Unsur-unsur yang ada pada Pendekatan SAVI : (1) Somatis adalah belajar dengan bergerak dan berbuat, (2) Auditori adalah belajar dengan berbicara dan mendengar, (3) Visual adalah belajar dengan mengamati dam menggambarkan, (4) Intelektual adalah belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Pendekatan Somatic Auditori Visual Intelektual (SAVI) (Meier, 2002:91-99)
Pendekatan Somatic Auditori Visual Intelektual (SAVI) ini dilaksanakan dalam siklus pembelajaran empat tahap:
Tahap pertama ialah tahap persiapan. Tujuan tahap persiapan adalah menimbulkan minat para pembelajaraan, memberikan mereka perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk. Dave Meier. (2003:90-100).
Tahap kedua ialah tahap penyampaian. Tujuan tahap ini adalah membantu pembelajar menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan pacaindera, dan cocok untuk semua gaya belajar.
Tahap ketiga, pelatihan. Tujuan tahap ini adalah membantu pembelajaran mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dari berbagai cara; Tahap keempat, penampilan hasil. Tujuan tahap ini adalah membantu pembelajar menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan, sehingga hasil belajar akan melekat dan terus meningkat.
2.2.3 Kerangka Perencanaan Pembelajaran Somatic, Auditori, Visual dan Intektual (SAVI).

Pembelajaran Somatic Auditori Visual Intelektual (SAVI) dapat direncanakan dan kelompok dalam empat tahap:
1) Tahap persiapan (kegiatan pendahuluan)
Pada tahap ini guru membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar. Secara spesifik meliputi hal:
(1) memberikan sugesi positif.
(2) memberikan pernyataan yang memberi manfaat kepada siswa.
(3) memberikan tujuan yang jelas dan bermakna.
(4) membangkitkan rasa ingin tahu.
(5) menciptakan lingkungan fisik yang positif.
(6) menciptakan lingkungan emosional yang positif.
(7) menciptakan lingkungan sosial yang positif.
(8) menenangkan rasa takut.
(9) menyingkirkan hambatan-hambatan belajar.
(10) banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah.
(11) merangsang rasa ingin tahu siswa.
(12) mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal.

2) Tahap Penyampaian (kegiatan inti)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menemukan materi belajar yang baru dengan cara menari, menyenangkan, relevan, melibatkan pancaindera, cocok untuk semua gaya belajar. Hal- hal yang dapat dilakukan guru:
(1) uji coba kolaboratif dan berbagi pengetahuan.
(2) pengamatan fenomena dunia nyata.
(3) pelibatan seluruh otak, seluruh tubuh.
(4) presentasi interaktif.
(5) grafik dan sarana yang presentasi brwarna-warni.
(6) aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar.
(7) proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim.
(8) latihan menemukan (sendiri, berpasangan, berkelompok).
(9) pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual.
(10) pelatihan memecahkan masalah.
3) Tahap Pelatihan (kegiatan inti)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Secara spesifik, yang dilakukan guru yaitu:
(1) aktivitas pemrosesan siswa.
(2) usaha aktif atau umpan balik atau renungan atau usaha kembali.
(3) simulasi dunia-nyata.
(4) permainan dalam belajar.
(5) pelatihan aksi pembelajaran.
(6) aktivitas pemecahan masalah.
(7) refleksi dan artikulasi individu.
(8) dialog berpasangan atau berkelompok.
(9) pengajaran dan tinjauan kolaboratif.
(10) aktivitas praktis membangun keterampilan.
(11) mengajar balik.

4) Tahap penampilan hasil (kegiatan penutup)
Djuraid, Husnun N. (2006:98) menyatakan pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat. Hal-hal yang dapat dilakukan adalah:
(1) penerapan dunia nyata dalam waktu yang segera.
(2) penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi.
(3) aktivitas penguatan penerapan.
(4) materi penguatan prsesi.
(5) pelatihan terus menerus.
(6) umpan balik dan evaluasi kinerja.
(7) aktivitas dukungan kawan.
(8) perubahan organisasi dan lingkungan yang mendukung.

2.2.4 Pengertian Belajar
Morgan dalam Anni (2007:2) menyatakan bahwa “belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman:. Sedangkan menurut Gagne dalam Anni (2007:2) belajar adalah “perubahan disposisi atau kemampuan seseorang yang dicapai melalui upaya yang dilakukan dan perubahan itu bukan diperoleh secara langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara alamiah:. Menurut Hilgard dalam Nasution (2000:35) “belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan (apakah dalam laboratorium, kelas atau dalam lingkungan alamiah) yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh faktor yang tidak termasuk latihan”. Dari ketiga pendapat tersebut belajar merupakan tingkah laku yang diperoleh melalui upaya secara sengaja. Perolehan belajar tidak hanya berupa pengetahuan saja melainkan bermacam-macam antara lain: fakta, konsep, keterampilan, sikap, nilai atau norma dan kemampuan lain.
Belajar adalah suatu tingkah laku atau kegiatan dalam rangka mengembangkan diri baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya (Darsono. 2000:64). Kesimpulannya belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang dialami seseorang yang disebabkan oleh pengalaman yang berupa peningkatan kinerja, pembenahan pemikiran atau penemuan konsep-konsep dan cara-cara yang baru yang meliputi ranah kognitif, psikomotorik dan afektif.
2.2.5 Pengertian Hasil Belajar
Orang yang melakukan kegiatan proses belajar tentunya ada hasil yang ingin dicapai. Hasil belajar tersebut mencakup proses dan pengalaman secara individu maupun kelompok baik yang berlangsung di sekolah maupun diluar sekolah. Hasil belajar ini dinamakan prestasi. Poerwadarmita dalam Anjangsari (2005:9) mendefinisikan prestasi belajar sebagai hasil yang diperoleh seseorang setelah mengerjakan sesuatu yang tertentu, atau tinggi rendahnya hasil yang dicapai seseorang dari suatu kegiatan yang dapat diukur dengan alat ukur tertentu.
Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Perubahan perilaku tersebut menyangkut perubahan pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi (Djamarah dan Zain, 1995:11). Dan Sukartiningsih (2005:13) mendefinisikan belajar sebagai aktivitas manusia dimana semua potensi dikerahkan. Kegiatan ini tidak terbatas hanya pada kegiatan mental intelektual, tetapi juga melibatkan kemampuan-kemampuan yang bersifat emosional bahkan tidak jarang melibatkan kemampuan fisik. Rasa senang atau tidak senang, tertarik atau tidak tertarik, simpati atau antipati adalah dimensi-dimensi yang turut terlibat dalam proses belajar. Sukartiningsih (2005:13) mengemukakan bahwa “belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan dan perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dengan cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan”. Sedangkan Nasution dalam Sukartiningsih (2005:13) “mengemukakan bahwa belajar adalah usaha untuk mencari dan menemukan makna atau pengertian”.
Tujuan pengajaran adalah mengarah pada peningkatan kemampuan baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Kegiatan belajar mengajar tidak lagi sekedar menyampaikan dan menerima informasi, tetapi mengolah informasi sebagai masukan pada usaha peningkatan kemampuan. Hal ini sejalan dengan pendapat Gagne dalam Sukartiningsh (2005:13) yang mengemukakan bahwa ada tiga macam hasil belajar, tiga diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif dan satu bersifat psikomotorik.
Pengertian hasil belajar juga dikemukakan oleh Sunarto (2006:6) hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh atau dicapai oleh siswa pada bidang studi tertentu dengan menggunakan tes atau evaluasi sebagai alat pengukur keterampilan.
2.2.6 Hakikat Pembelajaran PPKn di Sekolah
Keseluran proses pengajaran pada hakikatnya guru memiliki tanggung jawab peran yang luas sebagai tenaga pengajar, fasilitator, evaluator dan konselor. Maka guru bertaggung jawab membantu dan membimbing siswa untuk mencapai tujuan pengajaran dan tingkat perkembangan secara optimal. Oleh sebab itu guru diharapkan mampu menciptakan situasi kegiatan proses pengajaran secara efektif, efisien dan relevan. Dengan demikian dapat diharapkan akan mencapai hasil belajar yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut maka setiap kesulitan yang terlahir dalam belajar seyogyanya dengan segera wajib diidentifikasi dan harus segera dilakukan perbaikan. Hal ini berarti bahwa setiap guru dituntut kemampuanya untuk memahami dan menguasai pengelolaan kelas dalam melaksanakan pengajaran dan pembelajaran.
Pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan berdasarkan Nilai-nilai pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan Moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk prilaku dalam kehidupan sehari-hari, baik Mahasiswa, baik sebagai individu, sebagai calon guru/pendidik, anggota masyarakat dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Mata pelajaran PPKn memfokuskan pada pembentukkan diri yang beragam dari segi agama, sosio kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga Negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD1945.
2.3 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kajian teori dan beberapa buku refereni dapat disusun suatu kerangka agar lebih jelas dan lebih memahami maksud penelitian ini. Alur kerangka pemikiran yang penulis kembangkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini:


2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti malalui data yang terkumpul. Hipotesis penelitian ini, yaitu: “Berdasarkan tinjauan pustaka, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah melalui Penerapan Pendekatan Somatic Auditori Visual Intelektual (SAVI), dapat meningkatkan hasil belajar PPKn iswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Dondo Kec. Dondo”.