Menggenggam Masa Depan Melalui “Satu Siswa Satu Kabisan”

Salah satu motto yang berhasil saya replikasi dan saya kembangkan dalam masa pengabdian di SMPN 21 Surabaya, 10 Februari 2014 s.d. 25 November 2019, adalah “satu siswa satu kabisan”. Mulanya, motto ini saya modifikasi sepulang berkunjung dari Sekolah Menengah Kebangsaan Aminuddin Bakri Kuala Lumpur akhir 2009. Kala itu, pada sepanjang perjalanan kami di Kuala Lumpur dan sekitarnya, penasaran tergoda dengan pemandangan pampangan motto “1m1s” (1 Murid 1 Sukan) yang bertengger hampir di semua sekolah.

Setelah “satu siswa satu kabisan” tuntas untuk modifikasi dan adaptasi, motto ini pertama kali saya cetuskan kepada stakeholders SMP Negeri 44 Surabaya pada pertengahan 2010, dan berlanjut saat menjadi Kepala Sekolah di SMP negeri 21 Surabaya pada pertengahan 2014. Kala itu, sambutan mesra tak serta-merta didapatkan. Mengenalkan dan memasarkan akan makna dan filosofi yang dikandungnya perlu keuletan dan kesabaraan. Untuk mengimplementasikannya dalam bentuk kegiatan pendidikan nyata yang diperlukan oleh setiap siswa perlu energi, strategi, serta dukungan sumber-sumber daya. Ya, “Satu Siswa Satu Kabisan”. Motto ini kaya makna. Ia mengandung harapan agar setiap siswa dapat mengembangkan talentanya masing-masing. Talenta yang disesuaikan dengan potensi diri, performansi, dan minat masing-masing siswa. Talenta inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk mengembangkan kemampuan, “kabisan” (Jawa: ka- + bisa + -an –> kabisan; Indonesia: kebisaan) tiap-tiap individu.

Kemampuan individu ini dapat dispesialisasikan dalam dua bidang, yaitu kemampuan nyata (actual ability) dan kemampuan potensial (potential ability). Kemampuan nyata (actual ability) adalah kemampuan yang diperoleh melalui belajar (achivement atau prestasi). Kemampuan ini dapat segera diuji dan didemonstrasikan seketika usai pembelajaran dan atau pelatihan dilakukan. Misalnya, setelah selesai mengikuti proses pembelajaran baik dalam kelas atau pun di luar kelas, pada akhir proses pembelajaran siswa diuji kemampuannya tentang materi yang dipelajari atau keterampilan yang dilatihkan. Aktivitas uji ini dapat dikategorikan sebagai tes formatif. Ketika siswa mampu menjawab dengan baik pertanyaan-pertanyaan guru yang selaras dengan tujuan pembelajaran yang telah disepakati, kemampuan tersebut mencerminkan bahwa siswa telah mampu menguasai materi atau keterampilan yang baru saja dipelajari. Kemampuan ini merupakan kemampuan nyata (achievement). Sedangkan kemampuan potensial merupakan aspek kemampuan yang masih terkandung dalam diri individu dan diperoleh dari faktor keturunan (herediter). Kemampuan potensial dapat dikelompokkan ke dalam dua subbidang, yaitu kemampuan dasar umum (inteligensi atau kecerdasan) dan kemampuan dasar khusus (talenta atau aptitudes).  Nah, kemampuan dasar khusus inilah yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembiasaan dan ekstrakulikuler, yang dilakukan dengan semangat “satu siswa satu kabisan”.

Di era revolusi industri 4.0 yang hampir menuju era revolusi industri 5.0 seperti dewasa ini, hal tersebut sangat penting sebagai wahana untuk menyaring kemampuan siswa bedasarkan talenta masing-masing per individu.  Untuk mewujudkan harapan ini, sekolah menyediakan guru pembina dan atau guru pelatih ekstrakulikuler yang piawai dan handal. Yang pada eranya saat itu, hal ini menjadi wadah kegiatan bagi siswa yang benar-benar ekstra. Maksudnya, kegiatan ini diadakan hanya untuk menampung keinginan siswa yang ekstra, hanya yang mempunyai talenta yang menonjol. Mereka dikelompokkan dalam bidang seni, olahraga, dan aktivitas ilmiah. Contohnya ada ekstra band, bola voli, sepak bola, bulu tangkis, dan karya ilmiah remaja. Saat itu, dengan motto “satu siswa satu kabisan”, kegiatan ekstrakulikuler bukan sekadar kegiatan ekstra biasa. Namun, menjadi wadah penyaring bagi seluruh siswa agar kemampuan mereka tampak di permukaan. Kemampuan mereka diapresiasi oleh khalayak.

Siswa benar-benar disaring dalam kelompok-kelompok berdasarkan minat dan talenta mereka, sekecil apa pun minat dan talenta itu, mereka sadari atau setengah mereka sadari. Siswa mengisi angket pilihan ekstraakurikuler. Orang tua/wali siswa merekomendasi pilihan putra/putrinya atas pertimbangan keperluan masa depan putra/putri mereka sendiri. Kemudian, sekolah mengelompokkannya dalam berbagai macam kegiatan ekstrakulikuler. Jenis kegiatannya pun tidak lagi terbatas, melainkan ada ekstrakurikuler wajib dan ada yang disesuaikan dengan talenta dan minat para siswa. Ada pramuka, tari tradisional, modern dance, elekton, paduan suara, band, karawitan, bulu tangkis, tenis meja, basket, bola voli, futsal, sepak takraw, pencak silat, karate, panjang dinding, mendayung, seni baca Alquran, baca tulis kitab suci, banjari, PMR, PIR, batik, robotik, konselor sebaya, kader lingkungan, paskibra, dan English Conversation.

Kegiatan ekstrakurikuler yang disesuaikan dengan talenta dan minat siswa dapat dimanfaatkan sebagai wahana untuk meningkatkan berbagai kemampuan mereka. Hakikinya, setiap kita belajar, pikiran/kecerdasan yang dianugerahkan oleh Yang Maha Kuasa ikut berperan. Artinya, setiap kita beraktivitas sejatinya kecerdasan kita juga ikut terlibat aktif. Ada satu temuan yang memiliki banyak manfaat bagi pengembangan dan pendampingan perikehidupan individu, yaitu bahwa setiap insan memiliki kecerdasan. Kecerdasan ini tidak hanya satu, tetapi setiap insan dianugerahi kecerdasan ganda atau lazim dikenalkan dengan istilah multiple intelligences. Temuan ini pertama kali dicetuskan oleh Howard Gardner (1993 & 2003). Pada dasarnya, di dalam teori ini disebutkan bahwa setiap orang berpeluang dimampukan menggabungkan potensi-potensi yang digerakkan oleh fungsi-fungsi otak bagian kanan dan otak bagian kiri secara sinergis. Dengan demikian, segenap potensi yang dimiliki oleh siswa dapat dikembangkan secara optimal.

Kecerdasan-kecerdasan yang dimaksud dapat digambarkan secara singkat sebagai berikut. 1) Verbal/linguistic intelligence: kepekaan terhadap suara, ritme, makna kata-kata, dan keragaman fungsi-fungsi bahasa. 2) Logical/mathematical intelligence: kepekaan dan kemampuan untuk mengamati pola-pola logis dan bilangan serta kemampuan untuk berpikir rasional. 3) Musical/rhythmic intelligence: kemampuan untuk menghasilkan dan mengapresiasikan ritme, nada, dan bentuk-bentuk ekspresi musik. 4) Visual/Spatial intelligence, kemampuan mempersepsi dunia ruang-visual secara akurat dan melakukan tranformasi persepsi tersebut. 5) Bodily/kinesthetic intelligence, kemampuan untuk mengontrol gerakan tubuh dan mengenai objek-objek secara terampil. 6) Interpersonal intelligence, kemampuan untuk mengamati dan merespons suasana hati, temperamen, dan motivasi orang lain. 7) Intrapersonal intelligence, kemampuan untuk memahami perasaan, kekuatan, dan kelemahan serta inteligensi sendiri. 8) Naturalistic intelligence, kemampuan untuk mengenali tanda-tanda akan terjadinya perubahan lingkungan, gejala alam. 9) Exsistensillist intelligence, kemampuan untuk menyadari dan menghayati dengan benar akan keberadaan dirinya di dunia ini dan apa tujuan hidupnya. Dengan kemampuan komtempelasi dan refleksi diri kecerdasan ini dapat berkembang. 10) Spirituallist intelligence, kemampuan yang berkaitan dengan bagimana manusia berkomunikasi dengan Tuhannya. Kemampuan seseorang memerankan diri dan memfungsikan diri sebagai ciptaan kepada Tuhannya dan kemampuan seseorang memerankan diri dan memfungsikan diri sebagai sesama ciptaan sesuai kehendak Tuhannya.

Nah, untuk mengeksplorasi hasil kegiatan ini, siswa dapat mengikuti berbagai lomba yang diadakan di wilayah Kota Surabaya atau luar wilayah Kota Surabaya. Baik secara berjenjang hingga tingkat nasional, dan internasional atau perlombaan dan pertandingan mandiri. Selain itu, siswa dapat mengadakan pergelaran seni di gedung-gedung kesenian atau mall-mall yang ada di Kota Surabaya dengan berkolaborasi antara sekolah, orang tua siswa, dan event organizer pengelola even kegiatannya. Dari kegiatan ekstrakulikuler yang ada, sekolah dapat mencetak siswa-siswa berkemampuan lebih, yang berguna bagi proses kehidupannya di masa mendatang yang masih panjang. Minimal dapat membanggakan orang tua, sekolah, dan diri mereka sendiri dengan mengantongi gelar-gelar juara dari lomba atau pertandingan yang diikutinya. Dengan demikian, pada diri siswa terbangun rasa percaya dirinya dengan pondasi yang kokoh karena melalui proses yang terencanakan, terlaksanakan, terefleksikan secara natural. Jayalah sekolahku, sukseslah siswaku.