Membaca dan Bertutur

Apakah Anda pernah memikirkan mengapa rata-rata orang Indonesia lebih suka diceritakan sebuah buku dibandingkan membaca buku sendiri? Lebih senang bertanya arah daripada membaca petunjuk jalan? Apakah ini tanda bahwa masyarakat Indonesia malas membaca?

Ternyata tidak. Kuncinya ada pada budaya nenek moyang yang terjadi berabad-abad yang lalu. Budaya Indonesia dan budaya di belahan bumi timur lainnya memiliki budaya bertutur. Budaya bertutur, mendongeng, menceritakan kisah dari masa ke masa dilakukan nenek moyang kita sejak zaman dahulu. Budaya ini kemudian semakin dikembangkan oleh Wali Songo. Sunan Kalijaga menyebarkan agama Islam melalui wayang. Kembali dengan cara menuturkan kisah. 

Pada relief candi Borobudur, kisah-kisah dipahatkan pada bebatuan. Jika kita perhatikan dengan jelas, objek yang sama akan dipahat berulang-ulang sesuai gerakannya. Seperti kita membaca sebuah kartun flipbook. Sepintas terlihat ini adalah pahatan orang yang berbeda padahal sama. Hanya ruang dan waktu tidak dibekukan. Studi ini dilakukan oleh guru besar seni rupa Prof. Primadi Tabrani. Artinya kesenian dalam budaya visual sangat kental di masyarakat Indonesia.

Seni visual dan budaya bertutur yang berkembang jauh lebih dini dibanding seni tulisan membuat seni tulisan berkembang lebih lambat dibanding kedua pendahulunya. Ditambah lagi fakta bahwa bangsa Indonesia telah dijajah 3,5 abad sehingga kita terlambat mempelajari tulisan latin.

Melihat fakta ini Luna Setiati, mengembangkan metode gambar bercerita. Gambar bercerita adalah metode mendongeng dengan memperkenalkan gambar terlebih dahulu baru huruf. Tujuannya agar merangsang imajinasi anak, dan memperkenalkan konsep membaca dengan visualisasi

Aktivitas mendongeng dan membaca sebenarnya sama-sama mengasah kemampuan berbahasa sehingga tidak perlu diperdebatkan mana yang lebih unggul.