MENGUBAH KETERPAKSAAN MENJADI KEBUTUHAN

Libur telah usai, hari ini adalah hari terakhir libur panjang pertengahan semester. Para guru pasti sedang sibuk membuka kembali perangkat pembelajaran yang telah mereka susun pada awal tahun pelajaran. Membaca kembali dan melakukan penyesuaian dengan keadaan pembagian tugas mengajar guru di semester genap sudahlah menjadi rutinitas yang wajib. Gaung literasi yang telah saya tabuh pada semester lalu sudah mulai menampakkan hasil karya original dari anak-anak dan harus terus terpupuk subur setelah lama tidak bersua.

Kelas 12 IPA sudah memiliki karya tulis berupa laporan penelitian sederhana yang mereka tulis dan rencanakan secara mandiri, hasil yang ditorehkan berupa kesimpulan dari data-data otentik yang mereka dapatkan selama kurun waktu lebih dari tiga bulan. Luar biasa seorang peserta didik kelas 12 IPA sudah mampu memiliki karya mandiri dengan judul yang bervariasi tiap individu, terarsipkan dengan rapi pada google drive kelasnya masing masing dan siap di baca sebagai referensi adik kelasnya, kelak ketika mereka sampai pada penugasan yang sama. Sebagai guru saya bangga memiliki putra putri yang kreatif dan berdaya saing meskipun dalam keterbatasan akses yang internet mereka berusaha semaksimal mungkin memberikan tulisan yang bisa dibaca orang lain. Hal ini juga bisa menjadi refleksi bagi kita para guru yang sampai saat ini masih malas menulis, entah karena kekurangan ide atau memang tidak memiliki kemauan. Hasil anak-anak ini semoga bisa memberikan motivasi pada kita sebagai pendidik untuk memberikan contoh dan teladan membangkitkan semangat literasi, bukan hanya memberikan tugas dan tori tapi benar-benar menyodorkan contoh konkret berupa sebuah karya.

Kelas di bawahnya (11 MIPA) tidak kalah hebat. Kesibukan penguasaan materi yang diwajibkan kurikulum tidak membuat semangat menggaungkan literasi sirna. Tidak serumit penugasan yang diberikan pada kakak kelasnya, saya mengajak mereka membuat sebuah artikel bebas tentang Makhluk hidup atau bagian-bagiannya. Bukan untuk menguraikan materi berdasarkan literatur, tapi melihatnya dari sudut pandang lain. Mengajak mereka berani menuliskan pandangan tentang karakter, kritik tentang masalah sekitar, ataupun bisa menuliskan perasaan dan curhatan hati lewat tulisannya, tatapi harus dikaitkan dengan filosofi makhluk hidup agar suasana Biologi masih terasa kental. Sudut pandang individual yang menarik sangat menarik untuk dibaca, menuliskan filosofi tumbuhan dengan bagian-bagiannya, fungsi dan kelemahan masing-masing membentuk satu kesatuan makna yang unik. Kumpulan artikel itu disimpan rapi pada google drive kelas dan direncanakan bisa dishare lewat akun media sosial yang mereka miliki.

Terobosan penugasan seperti ini sedikit “memaksa” mereka untuk membaca agar mampu menulis. Lebih banyak mereka memiliki referensi dalam otak, maka tulisannya juga makin renyah untuk dibaca. Lama-kelamaan mereka akan terbiasa dan mulai menghilangkan keterpaksaan membaca karena sudah berubah menjadi kebutuhan. Bukankankah ini yang para pendidik inginkan? peserta didik yang aktif membaca berbagai sumber dan mampu menggoreskan tinta pada secarik kertas kosong berdasar pengetahuan yang mereka miliki tentang opini, sikap dan juga refleksi secara bebas dan asli.

Plagiarisme yang marak dilakukan oleh anak didik saat penugasan diberikan juga akan terkikis habis melalui aktivitas ini. Sudahkah kita mau peduli koreksi makalah atau resume materi yang kita tugaskan ke anak-anak? Kelihatan sepele membiarkan mereka berkreasi membuat makalah dan karya tulis, tapi apakah pernah kita koreksi bagaimana mereka menulis? dari mana asal tulisan mereka? Kadang kita malas membaca daftar pustakanya. Apakah benar karya tersebut mengutip tulisan karya orang lain di daftar pustaka? cek kembali kebenarannya, tegur mereka jika masih ada yang hanya sekedar “copy paste” saja. Anak-anak zaman now saat ini dibekali kemampuan menagakses informasi dengan cepat tanpa batas, arahkan untuk tidak asal “comat-comot” karya orang lain untuk menyelesaikan tugas. Ayo mulai perduli tentang plagiarisme, jika kita acuh terhadap penugasan yang rentan jiplakan seperti ini, maka sama saja kita sebenarnya mengajarkan dan mengajak mereka melakukan plagiat.

Semester genap  besok sudah harus dimulai, mari kawan tetap jaga motivasi dan semangat literasi. Kreasi penugasan menulis diantara sibuknya pemahaman materi adalah suatu niatan baik menjaga marwah ini. Ubah keterpaksaan anak-anak kita menjadi kebutuhan ajak mereka menghargai karya orang lain. Nasihat ini juga berlaku untuk saya dan kita sebagai pendidik. Mari terus berkarya karena guru mulia karena karya.