GURU : PROFESI YANG HARUS DILINDUNGI BUKAN DIKEBIRI

Guru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) ‘mengajar”. Pengertian ini memberikan kesan bahwa guru adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mengajar. Istilah guru sinonim dengan kata “pengajar” dan sebagian sering juga menyebutnya “pendidik”. Perbedaan ini menurut istilah belanda dibedakan dalam istilah onderwijs (pengajaran) dan opveoding (pendidikan).

Tantangan dan isu aktual dewasa ini adalah perlindungan terhadap guru. Sosok ini masih dihadapkan dengan tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, dan ntimidasi dari peserta didik, orang tua, masyarakat bahkan pemangku kepentingan. Padahal guru memegang peran utama dalam pendidikan. Warna dan kualitas pendidikan ke depan tergantung sejauh mana peran seorang guru mampu mengelola sumber belajar yang ada dengan baik atau tidak. Guru adalah pencerah dan pembangun karakter bangsa melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir dan olah raga.

Demikian mulianya tugas seorang guru, manajemen profesi guru harus dikelola dengan baik, bukan hanya terkait hak kesejahteraan dan karier, namun juga perlindungan yang proporsional terhadap guru dalam menjalankan tugas profesinya. Tak boleh ada guru yang tertekan dalam mendidik anak. Namun juga tak boleh ada guru yang tanpa kendali melakukan tindakan kekerasan terhadap peserta didik meski tujuannya baik yaitu untuk alasan mendidik. Dengan demikian, perlindungan dalam konteks ini dalam koridor proporsional dan prosedural,senapas dengan regulasi dan prinsip-prinsip edukasi yang tepat agar memberikan pelayanan yang terbaik untuk anak bangsa.

Perlindungan profesi guru sejatinya dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu:

Pertama, perlindungan profesi guru dalam arti sempit, yakni perlindungan individual terhadap guru dalam menjalankan profesinya, meliputi : (a) perlindungan dari perbuatan/tindakan yang dilakukan dalam menjalankan tugas profesi sebagai guru, dengan kode etik dan regulasi yang mengikatnya, (b) perlindungan profesi guru dari perbuatan dan tindakan orang lain yang mendegradasi muruah profesi guru.

Kedua, perlindungan profesi guru dalam arti luas, yaitu perlindungan profesionalitas/fungsional/institusional, karena tujuannya adalah agar profesi guru atau institusi pendidikan dapat berjalan/berfungsi dengan sebaik-baiknya sehingga kualitas pendidikan dapat terus terjaga, ditingkatkan dan diinovasikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Dunia pendidikan bukan merupakan dunia yang bebas cela, meskipun eksistensinya mengemban misi yang mulia. Demikian pula halnya guru, sebagai pilar pendidikan bukan berarti tanpa kesalahan, meskipun profesinya sangat mulia untuk menghantarkan masa depan sumber daya manusia yang berkualitas, namun masih ada sejumlah catatan. Perlindungan merupakan hak semua warga negara termasuk guru dalam menjalankan profesinya di mana pun ia bertugas. Menurut UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 39, Perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas meliputi: perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

Dalam hal perlindungan profesi terhadap guru mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehanan terhadap profesi, dan pembatasan atau pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.

Di negara kita tercinta ini masih banyak guru belum tersentuh oleh perlindungan profesi. Contoh yang paling sering adalah penggiringan sistematis pilihan politik terhadap salah satu calon kepala daerah. Hal ini harus mendapatkan perhatian dari organisasi profesi, karena kebebasan berpendapat guru seolah dikebiri bahkan mendapat ”terancam” hilang.

Pada UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 43 disebutkan bahwa dibentuk Dewan Kehormatan Guru (DKG) oleh organisasi profesi guru untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik guru. Tapi sampai saat ini istilah DKG masih asing ditelinga guru-guru di daerah. Seyogyanya DKG harus diperkuat untuk menjaga muruah profesi guru secara optimal. Bukan hanya untuk mendalami kasus atas laporan publik jika ada dugan pelanggaran kode etik, disiplin dan profesi guru, namun bagaimana melakukan upaya-upaya prefentif, termasuk bagaimana agar muatan kode etik guru senapas dengan undang-undang lain termasuk UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Inillah hal fundamental yang diperlukan untuk tetap menjaga muruah guru.

Melihat masih lemahnya perlindungan terhadap profesi guru, maka guru harus mampu membangun self respected. Hal ini harus ditunjukkan melalui kinerja pelayanan profesional, yaitu spirit keguruan, sikap keteladanan, kemampuan beradaptasi, memiliki budaya pembelajar, dan kemampuan menjadi penghubung sumber-sumber belajar. Inilah derajat perlindungan pibadi yang sejati, yang muncul dari aura terdalam guru itu sendiri. Guru yang profesional akan mampu membangun relasi saling menghargai dengan siswanya dan inilah hakikat perlindungan yang paling utama bagi guru, bagi siswa, dan bagi keduanya.