Rumah Belajar: Jembatan Menuju PembaTIK

TIK bukan barang langka lagi.  TIK sudah menjadi kebutuhan hidup manusia.  Bahkan, menurut para futurolog, masa depan manusia sangat bergantung kepada TIK.

Untuk saat ini, masih ada penolakan terhadap TIK.  Masih ada rasa permusuhan dari mereka yang mulai terpinggirkan perannya karena semakin merangseknya TIK dalam kehidupan saat ini.  Sebagai contoh faktual adalah kehadiran Gojek yang sudah menggunakan TIK ditentang mati-matian hingga terjadi perkelahian oleh para Opang (ojek pangkalan).

Opang dapat menjadi representasi mereka yang tergusur dan tak mau berdamai dengan TIK.  Akan banyak lagi profesi lain yang terpinggirkan atau bahkan tergerus karena kehadiran TIK dalam kehidupan manusia masa depan sebagai kebutuhan yang tak bisa dihindari lagi.

Mari kembali ke dunia kita, dunia pembelajaran.

Guru.  Akankah perannya juga digantikan oleh TIK?  Pertanyaan sederhana yang jawabannya tak sesederhana membalik telapak tangan.

TIK sudah pasti akan mempengaruhi pendidikan.  Tak bisa dibantah lagi.  Dan sebagai aktor pendidikan, guru juga akan terpengaruh perannya oleh TIK dalam proses pendidikan.

Oleh karena itu, hal pertama yang harus dilakukan oleh seorang guru adalah mengubah dirinya.  Kata orang bijak, tak ada yang tak berubah kecuali perubahan itu sendiri.  Guru juga harus berubah.  Guru harus mau berdamai dengan perubahan di sekitarnya.  Tak harus terbawa arus, tapi juga tak boleh melawan arus.

TIK memang tak akan bisa menggantikan peran penting guru dalam dunia pendidikan.  Secanggih apa pun TIK yang dihadirkan.  Sosok guru akan tetap menjadi sosok yang penting dan tak tergantikan.  Sehebat-hebatnya TIK, hanya akan mampu menggantikan seorang guru dalam pembelajaran, bukan dalam pendidikan.

Guru yang tak bersahabat dengan TIK akan ditinggalkan oleh peserta didik karena membosankan.  Guru berceramah sudah bukan zamannya.  Guru sudah saatnya benar-benar menjadi fasilitator pembelajaran.

Guru yang memanfaatkan TIK dalam pembelajaran, akan menjadi guru yang menyenangkan.  Kenapa?  Karena anak-anak milenial yang ada di bangku-bangku kelas memang sudah sehari-hari bergumul dengan TIK.  Sudah menggauli TIK dengan kecerdasan buatannya yang sangat memukau.

Pembelajaran dengan TIK akan menghadirkan fakta yang selama ini tak terjangkau menjadi hadir di depan mata.  Misalnya saja, guru IPS mampu menghadirkan Jepang, Finlandia, Amerika, Australia, dan negeri antah berantah lainnya di dalam ruang-ruang kelas dengan sangat nyata.

Guru IPA mampu menghadirkan ruang angkasa dalam ruang kelas.  Guru bahasa Indonesia mampu menghadirkan cerita yang tak hanya huruf-huruf, tapi sudah menjangkau trik-trik fantastik imajiner yang sangat memukau anak-anak milenial.

Lalu kenapa guru masih belum beranjak ke TIK dalam pembelajarannya?

Inilah persoalannnya.  Masih banyak guru yang belum mampu menyajikan sumber belajar yang bagus yang mampu membangunkan imajinasi peserta didik karena kadar TIK yang luar biasa.  Kemampuan TIK guru masih di bawah rata-rata.  Paling banter hanya berhenti pada kemampuan menggunakan windows word atau exel.

Itu pun guru-guru di perkotaan.  Guru-guru di pelosok negeri biasanya belum bersahabat dengan TIK.  Mereka belum tersentuh pelatihan-pelatihan TIK.

Bagaimana menyiasatinya?

Rumah Belajar!  Ya, Rumah Belajar adalah jembatan untuk semakin menge-TIK-kan pembelajaran.  Guru yang belum mampu atau belum memiliki waktu untuk membuat pembelajaran dengan TIK (PembaTIK), dapat menggunakan fitur-fitur yang ada di Rumah Belajar.

Selama ini memang belum maksimal upaya mempromosikan Rumah Belajar sebagai penyedia konten-konten pembelajaran berbasis TIK yang sangat luar biasa.  Seperti penulis alami sendiri ketika melakukan sosialisasi Rumah Belajar di kelompok MGMP Jakarta Timur 1.  Dari sekitar 80-an guru yang hadir, hanya 1-2 orang guru yang sudah pernah membuka Rumah Belajar.  Kondisi ini jelas sangat memperihatinkan.

Rumah Belajar memiliki posisi strategis sebagai jembatan para guru dalam melakukan pembelajaran berbasis TIK.  Tapi, masih banyak guru belum mengetahuinya, apalagi memanfaatkannya secara maksimal.

Untung ada lomba Duta Rumah Belajar.  Melalui Duta Rumah Belajar telah dilakukan promosi masif terhada keberadaan Rumah Belajar.

Ke depan, semoga Rumah Belajar, bisa betul-betul memposisikan diri sebagai jembatan emas para guru menuju pembaTIK. Amin.