Pendidikan Karakter Secara KAFFAH

Belum juga hilang dalam ingatan, peristiwa puluhan korban miras oplosan di bandung, bom bunuh diri di Surabaya, dll. Kepolisian Resort Cilacap memusnahkan puluhan ribu botol miras, ribuah liter ciu, dan ratusan ribu petasan, beberapa gram narkoba, dan ribuan obat keras, Kompas 24 Mei 2018.  Mengapa peristiwa semacam itu masih terjadi? Siapa yang patut disalahkan? Bagaimana proses penegakan hukum? Adakah yang salah dengan sistem pendidikan di negara kita? Itulah pertanyaan yang mengusik para pemerhati pendidikan, mengapa demikian?  Sungguh suatu fenomena menurunnya moral dan karakter  yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak.

Mensikapi hal tersebut, kita tidak perlu mencari kambing hitam. Namun, yang perlu kita lakukan adalah  apakah kita sudah secara ikhlas mau merefleksi diri secara jujur  sebagai warga negara.  Sebagai pejabat, guru, orang tua, anggota masyarakat  kita perlu  berkontribusi terhadap solusi masalah ini.  Dalam lingkup pendidikan, persoalan yang sangat mendasar untuk dilakukan adalah mengimplemtasikan pendidikan karakter  dalam  pengelolaan sekolah, dalam lingkungan keluarga bahkan dalam kehidupan bermasyarakat.

UU Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan, tujuan pendidikan  adalah agar peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Seiring dengan itu,  gerakan pendidikan karakter secara intensif telah dimulai sejak tahun 2010 melalui Rencana Aksi Nasional (RAN). Kelanjutannya adalah program penumbuhan budi pekerti, kemudian diikuti perubahan dan penyempurnaan kurikulum tahun 2013.

Selanjutnya penguatan karakter bangsa, penumbuhan budi pekerti dijadikan sebagai gerakan revolusi mental yang merupakan bagian Nawacita Presiden Jokowi. Pada level sekolah, penguatan pendidikan karakter di semua jenjang pendidikan dimaksudkan untuk memperkuat nilai-nilai moral, akhlak, dan kepribadian peserta didik. Sedangkan secara teknis pelaksanaan pendidikan karakter terintegrasi ke dalam mata pelajaran dan terinternalisasi dalam semua program kegiatan sekolah.

Menurut Mulyasa, kunci sukses pelaksanaan pendidikan karakter pada intinya adalah mensosialisasikan dengan tepat, menciptakan lingkungan yang kondusif, dan memberikan keteladanan.  Pada hakekatnya pendidikan dan pendidikan karakter sangat berkaitan, dan tidak mungkin dapat dipisah-pisahkan, keduanya harus berjalan berdampingan. Sehingga pendidikan karakter ada ketika proses pendidikan itu berlangsung. Banyak hal yang telah dilakukan sekolah dalam pelaksanaan pendidikan karakter, namun pada kenyataan masih menyisakan berbagai persoalan. Oleh karena itu sekolah perlu melaksanakan pendidikan karakter secara kaffah, yaitu melaksanakan secara menyeluruh dengan penuh kesadaran, dan memaknai secara positif. Pendidikan karakter bukan sekedar jabat tangan, cium tangan, senyum, sapa, salam, berdoa, bersyukur dan aktivitas yang tampak nyata. Pendidikan karakter harus dilaksanakan dengan penuh kesadaran, keiklasan, sepenuh hati.

Pelaksanaan pendidikan karakter secara kaffah diawali dengan memahami  latar belakang, menentukan sasaran secara jelas, menyusun strategi yang sistematis dan merumuskan program yang berkesinambungan.  Oleh karena itu, untuk dapat melaksanakan pendidikan karakter secara kaffah  sekolah perlu mengembangkan strategi yang nyata, sesuai kondisi warga sekolah. Penumbuhan dan penguatan karakter mencakup sendi-sendi pengelolaan sekolah dan proses pembelajaran. Strategi yang dapat dilakukan antara lain: terintegrasi pada kegiatan pembiasaan, dalam kegiatan rutin, dan melalui kegiatan terprogram yang melibatkan aktivitas siswa, guru, semua warga sekolah yang secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, kemandirian dan tanggungjawab pribadi siswa  dimulai dari bangun tidur sampai tidur kembali. Mestinya pada usia tertentu siswa sudah tidak perlu dibangunkan, tidak perlu disuruh mandi, tidak perlu diambilkan makan/disuapi, tidak perlu dibantu memakai pakaian/sepatu, tidak perlu lagi diantar/jemput ke sekolah. Dan pada akhirnya siswa mampu secara mandiri misalnya mencuci pakaian, mencuci piring, membantu orang tua, dsb. Pada saatnya juga, siswa dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan diri sendiri sudah dapat dilakukan tanpa permintaan dan bantuan orang lain. Termasuk kebutuhan akan makan minum, berpakaian, dan juga kebutuhan belajarnya, bersikap sopan santun, dsb.. Untuk menjamin dan memastikan penumbuhan karakter kemandirian siswa, diperlukan komitmen dan kemitraan sekolah dengan orang tua dan masyarakat.

Kedua, penumbuhan dan penguatan pendidikan karakter melalui kegiatan pembiasaan sekolah dilaksanakan melalui kegiatan upacara bendera, piket kelas, tadarus, dll. Upacara bendera merupakan upaya membangkitkan nasionalisme warga sekolah, melatih disiplin, dan juga tanggung jawab. Kegiatan piket  kelas  telah berguna untuk membentuk karakter peduli lingkungan, melatih siswa bertanggung jawab, mandiri dan menjadikan kelas bersih. Kegiatan tadarus, doa pagi harus dilaksanakan secara iklas dan penuh kesadaran, bukan keterpaksaan, membangkinkan kesadaran sebagai manusia dan memperkuat iman dan taqwa.  Dalam hal ini  diperlukan peran guru, wali kelas, pengurus kelas, pengurus OSIS.  Selain itu perlu dilakukan evaluasi dalam bentuk umpan balik, pemberian sanksi dan penghargaan untuk menjamin keterlaksanaan secara berkesambungan.

Ketiga, penumbuhan karakter dalam proses pembelajaran dan penilaian antara diawali dari membangun dan meyakinkan persepsi  positif siswa terhadap mata pelajaran.  Mendorong siswa untuk secara bersunguh-sungguh mengikuti dan merespon proses pembelajaran. Memastikan dan memfasilitasi siswa untuk dapat berkontribusi dalam proses pembelajaran sehingga siswa menjadi pembelajar sejati. Membangun keyakinan diri siswa agar memiliki rasa percaya diri mengikuti penilaian. Dalam hal ini peran guru sangat dominan dalam membantu dan membimbing siswa mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Diperlukan profesionalisma guru dalam perencanaan pembelajaran, pelaksanan dan penilaian pembelajaran, Kepala sekolah harus dapat memastikan bahwa proses pembelajaran, penilaian, dan pengelolaan sekolah bermuatan pendidikan karakter.

Keempat, penumbuhan karakter melalui kegiatan peringatan hari besar, pentas seni dan kreasi, lomba dan pertandingan,dll. Momen-momen peringatan hari besar nasional merupakan sarana yang tepat yang dapat digunakan sebagai upaya menumbuhkan nasionalisme. Peringatan hari besar agama dimaksudkan untuk menumbuhkan karakter religious, meningkatkan iman dan taqwa warga sekolah. Kegiatan pentas seni, kreasi dan lomba-lomba digunakan untuk menumbuhkan kreatifitas siswa, menyalurkan bakat dan minat siswa. Kegiatan penumbuhan  dan pendidikan karakter melalui penguatan nilai-nilai religious, nasionalis, integritas, mandiri, gotong-royong dapat dilakukan melalui kegiatan latihan kepemimpinan, studi lapangan, autbond, dsb.  Sayangnya, kegiatan ini biasanya sangat tergantung ketersediaan dana dan sumber daya pendukung yang ada di sekolah.

Dengan demikian pendidikan  karakter secara kaffah dapat menjadi sarana mempersiapkan generasi emas 2045, yaitu insan yang bertaqwa, nasionalis, tangguh, mandiri, dan memiliki keunggulan bersaing secara global. Siswa menjadi mampu menghadapi lingkungan yang terus berubah dengan karakter yang dimiliki antara lain: iman dan taqwa, cinta tanah air, rasa ingin tahu, gigih, dll. Dengan terbiasa berpikir kritis, kreatif, berkomunikasi dan berkolaborasi siswa mampu mengatasi tantangan yang kompleks, dan  akhirnya siswa mampu menerapakan literasi  dasar dalam kehidupan sehari-hari.