Fusion Common Ground dalam Pembelajaran

Ada yang lupa jika guru akan melakukan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran tentu guru wajib hukumnya menjelaskan relasi kegiatan pembelajaran sebelumnya dengan yang akan dilakukan selanjutnya. Tentu kegiatan itu perlu dicermati sebagai bahan kajian untuk sukses dalam pembelajaran khususnya bahasa. Penulis sendiri mengalami banyak kendala ketika perbedaan pengetahuan antara partisipan didik yakni pada materi tertentu yang berhubungan dengan masa lalu dan hal kekinian. Jika skemata guru-partisipan didik tidak bertemu maka akan terjadi common sense. Apa yang disampaikan guru kepada partisipan didik akan lewat begitu saja. Apalagi belajar bahasa, tentu banyak istilah tertentu yang harus dikuasai peserta didik untuk menyatukan skemata guru-partisipan didik. Sehingga apa yang terjadi di dalam interaksi kelas itu, akan bermakna dan pembelajaran pun akan terjadi interaksi-kolaborasi.

Lalu bagaimana cara fusion common ground dalam pembelajaran?. Mari kita pahami istilah common ground. Istilah ini sangat erat ketika mempelajari studi wacan kritis. Istilah ini dipopulerkan oleh pak Van Dick. Common groud adalah sesuatu yang menjadi kesamaan antar kedua pihak dan dapat dijadikan landasan bahwa pada dasarnya selain memiliki perbedaan, kedua pihak memiliki beberapa kesamaan yang dapat dijadikan dasar untuk membangun rasa percaya. Konteks pembelajaran tentu yang dimasud perbedaan dan persamaan adalah pengetahuan bakcground knowlagde antara guru dan siswa yang dijadikan landasan berpikirnya. Tentu tidak mudah bagaimana materi itu terkesan tidak remeh juga tidak terlalu tinggi pemahaman yang diterima siswa mamupun konsep siswa yang diterima oleh guru. Istilah lain common ground adalah figure world, culture model, culture world yang memiliki arti sama sesuai penjelasan di atas meskipun istilah ini biasa dipakai untuk kajian studi wacana kritis, penulis mencoba mengadaptasi istilah ini dalam pembelajaran guna mengambil manfaatnya.

Fusion common ground dalam pembelajaran yang wajib guru-partisipan didik tahu yakni dengan 4D yakni define, design, diliver dan demonstrate. Langkah pertama, define yakni seorang guru ketika hendak melakukan pembelajaran hendaknya menentukan materi apa yang nantinya dikaji atau diajarkan. Dengan menentukan materi, antara guru-partisipan didik akan memperoleh sesuatu hal yang bermakna. Inilah yang sering lupa dilakukan oleh guru relasi materi sebelum dan akan dilakukan hendaknya sudah menjadi bagian pengetahuan siswa sebelum guru menyampaikan materi pembelajaran. Kedua, desain materi apa yang akan disampaikan dalam kegaiatan pembelajaran. Wajib hukumnya desain materi ini dipahami dan dimengerti oleh partisipan didik dengan berbagai intruksionalnya. Sehinga perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran sesuai dengan harapan. Tentu jika materi telah di desain sesuai dengan alokasi waktu dan distribusi waktu pembelajaran target kegiatan belajar mengajar akan sesuai harapan. Ketiga, diliver yakni bagaimana kita mengajar untuk belajar dan menciptakan budaya belajar. Tentu kegiatan diliver  ini tidk sekedar materi pembelajaran yang disampaikan tetapi materi itu menajdi pembelajaran untuk menciptakan budaya belajar. Terkadang materi tersampaikan begitu saja, tanpa adanya reaksi ataupun keberlanjutan dari materi itu. Dengan konsep ini, materi pembelajaran harus benara-benar menjadi bagian dari penciptaan budaya belajar. Keempat, demonstrate adalah bagaimana kita tahu apa yang telah kita pelajari dan bagikan secara berurutan dan didemonstrasikan. Guru juga diminta untuk mendemonstrasikan materi yang di dalamnya terdapat konsep yang jika tidak dapat didemonstrasikan maka tidak dapat dimengerti. Misalnya menjelaskan tentang membaca puisi. Tentu guru tidak hanya mengajarkan teori membaca saja, tetapi bagaimana puisi itu dibacakan oleh guru sehingga siswa bisa mngonversi pengalamanya itu dengan kreasi yang mereka miliki. Minimal siswa telah menemukan model pembacaan puisi yang telah didemonstrasikan oleh gurunya.

Dari keempat cara tadi hendaknya kita sebagai guru dapat mengaplikasikanya dalam pembelajaran. Tentu, ini menjadi bahan refleksi kita agar nantinya dapat menjadi guru profesional.

Semoga bermanfaat.

*Moh. Ahsan Shohifur Rizal

GTT SMA Negeri 1 Kepanjen dan Pengelola SMA Terbuka Kepanjen