MENJADI GURU ANTI HOAKS

Tertangkapnya beberapa orang penyebar berita mengandung kebohongan atau Hoaks yang dilansir di berbagai media, menunjukkan kepada publik betapa seriusnya pemerintah saat ini memerangi hoaks ini. Hoaks memang bak virus ganas yang menjalar ke berbagai lini. Kontennya ada fitnah, adu domba, ujaran kebencian, intimidasi dan upaya pemecah belah yang meracuni pikiran masyarakat.  Jika hal ini dibiarkan maka dapat memicu konflik horisontal di akar rumput.

Dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi saat ini, membuat siapapun yang memiliki akses jaringan internet dapat ikut bahkan larut di dalamnya. Terbukti pelaku yang tertangkap terdiri dari berbagai latar belakang pekerjaan. Mirisnya, beberapa di antara pelakunya berasal dari kalangan pendidik yang tentunya terdidik. Ada guru di Jawa Tengah dan Banten yang dicokok Polisi menunjukkan bahwa kalangan terdidik pun tidak steril dari berita hoaks bahkan menjadi pelaku penyebarannya. Bagaimana kita mampu membendung penyebaran berita hoaks, jika para pendidik justru ikut terlibat di dalamnya?

Menjadi tantangan bagi kita semua untuk memerangi penyebaran berita bohong ini demi menjaga keutuhan dan persatuan bangsa. Guru selaku pendidik generasi penerus bak pelukis masa depan bangsa ini. Tentu guru berperan besar dalam menangkal infiltrasi dan penetrasi berita bohong yang berisi fitnah, adu domba, dan ujaran kebencian. Bukan malah sebaliknya, justru guru malah terlibat aktif menyalin tempel dan menyebarkan berita yang meresahkan.

Guru perlu memiliki kecerdasan literasi dan menyaring berita di medsos agar mampu menularkannya kepada anak didik sehingga memiliki kemampuan menangkal hoaks. Kita tidak ingin Indonesia seperti negara-negara yang sepertinya membiarkan yang berakibat muncul sentimen agama dan rasis yang berujung krisis politik di masyarakat. Indonesia negara Pancasila dan itu harga mati. Karena ongkos materi dan imateri terlalu besar akan ditanggung jika perpecahan masyarakat dan bangsa terjadi gegara munculnya berita hoaks yang tak terkendali.

Ada dua kiat untuk menghindari jemari kita menge-share postingan yang berkonten hoaks. Pertama, Anda harus bertanya AMBAK (Apa Manfaatnya Bagi Ku). Pikirkan dengan cermat sebelum membagikan suatu postingan. Jika dipikir tidak mendatangkan manfaat bagi diri kita maka tinggalkan! Kedua, AMBOI (Apa Manfaatnya Bagi Orang laIn). Tidak semua postingan di media sosial berkonten hoaks. Bila ada postingan yang memang mengandung kebenaran, tidak menghasut, tidak mengadu domba, dan (yang terpenting) bermanfaat bagi orang lain maka dipersilakan sebarkan!

Peran guru sangat penting dalam menangkal berita hoaks. Mengapa? Karena guru sebagai pendidik tentu memiliki wawasan pengetahuan yang luas, dan kepribadian yang lebih matang. Tentu hal ini menjadi nilai tambah bagi guru dalam menyaring informasi yang ia terima dan meneruskannya kepada publik.

Menjadi jalan buntu apabila pendidik justru menjadi salah satu pelaku aktif penyebaran hoaks. Jika guru justru sebagai pelaku penyebar hoaks, maka pepatah mengatakan guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Tentu penyebaran hoaks di masyarakat menjadi kian tak terkendali. Guru sebagai bagian dari masyarakat perlu membantu pemerintah menjaga kesejukan dan kestabilan politik di masyarakat. Di tangan gurulah terletak pembentukan mental anak didik melalui penumbuhan sikap dan karakter positif di era global tanpa batas. Sikap tegas penegak hukum dalam bertindak  menjadi pengingat keras kita semua (termasuk pendidik) agar lebih bijak dalam bermain medsos. Ingatlah jarimu adalah harimaumu!  Bangunlah bangsa ini dengan penggunaan medsos yang positif. Selamat bermedsos ria dengan baik.

Bogor, 3 Maret 2018

Catur Nurrochman Oktavian, M.Pd.

Guru ASN Mapel IPS di SMPN 1 Kemang

Sekum Asosiasi Guru Penulis PGRI

Ketua Ikatan Guru Penulis PGRI Kab.Bogor

Penggagas dan pendiri KAGUM Bogor Raya