Dinamika Organisasi PGRI di Lampung

MAJU BANGSAKU, JAYA PGRIKU, SEJAHTERA GURUKU

ENDANG SUTINI, S.Pd.

SMP NEGERI 2 TUMIJAJAR

KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

PGRI sebagai tempat berhimpunnya segenap pendidik dan tenaga kependidikan merupakan organisasi profesi, perjuangan, dan organisasi ketenagakerjaan yang berdasarkan  Pancasila, bersifat unitaristik, independen, dan nonpartisan secara aktif menjaga, memelihara, mempertahankan,  dan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa yang dijiwai semangat kekeluargaan, kesetiakawanan sosial yang kokoh serta sejahtera lahir batin, dan  kesetiakawanan organisasi baik nasional maupun internasional.

Memaknai arti pentingnya suatu pendidikan semakin menjadi perhatian banyak kalangan. Sudah banyak sekolah yang didirikan sebagai tempat untuk melaksanakan pembelajaran. Hal tersebut tentunya tidak lepas dari sejarah pendidikan di Indonesia itu sendiri mengingat betapa besar perjuangan para pahlawan kemerdekaan Indonesia yang berusaha membangun Indonesia yang lebih baik dan lebih memahami arti dari mencerdaskan kehidupan bangsa berdasarkan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.

Berbicara tentang mencerdaskan kehidupan bangsa pastinya akan berbicara bagaimana mencerdaskan anak bangsa. Tidak dipungkiri bahwa banyak fungsi lembaga sekolah adalah wahana membentuk peserta didik yang cerdas dan berprestasi dalam segala hal. Tujuannya, agar sekolah tersebut dikatakan sekolah berprestasi lantaran memiliki siswa-siswi yang unggul, padahal sekolah berprestasi tersebut terbentuk jikalau guru-gurunya pun berprestasi. Jadi jangan hanya siswa saja yang dituntut untuk berprestasi dalam bidang akademik maupun nonakademik melainkan gurunya terlebih dahulu yang harus dituntut untuk berprestasi karena guru yang berprestasi dan berkualitas akan melahirkan siswa-siswi yang unggul dan berprestasi.

Dalam  usaha  membangun  dan  mencerdaskan  kehidupan  bangsa, diperlukan  pula kegiatan  pendidikan  yang  mempunyai  kemampuan  dalam meningkatkan  kualitas  dan  kuantitas  serta  kepribadian  manusia  Indonesia. Pendidikan dalam rangka mewujudkan tujuan nasional perlu dikemas secara kondusif  bagi  pengembangan  nilai-nilai  edukasi  dan  nilai-nilai  kultural oleh pemerintah, masyarakat, dan keluarga. Kegiatan dalam rangka pengembangan pendidikan harus ditangani secara sistematik karena pendidikan adalah sarana untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan pengajaran, bimbingan, dan atau latihan bagi perannya di masa datang. Komponen- komponen dalam sistem pendidikan harus ditata dan  dikembangkan  secara  baik  sehingga  tujuan  pendidikan  nasional  dapat tercapai.

Lebih  lanjut,  Supriyadi  (2008:  96)  menjelaskan  secara  sederhana tentang ciri-ciri atau karakteristik suatu profesi. Guru  dan  tenaga  kependidikan  merupakan  komponen  utama  dalam sistem  pendidikan.  Pada  tingkat  operasional  dari  keseluruhan  kegiatan pendidikan,  guru  merupakan  penentu  keberhasilan  pendidikan  melalui kinerjanya pada tingkat institusional, instruksional. Hal tersebut mengandung makna  bahwa  kegiatan   meningkatkan  mutu  pendidikan  harus  dimulai  dari aspek guru dan tenaga kependidikan lainnya, baik yang menyangkut kualitas profesionalnya maupun kesejahteraannya dalam suatu manajemen pendidikan yang profesional.

Guru  merupakan  salah  satu  unsur  utama  dalam  kegiatan belajar mengajar  yang  terjadi  di  sebuah  lembaga  sekolah.  Mengingat  pentingnya peranan  guru,  seorang  guru  harus  memenuhi  kriteria  untuk  menjadi  seorang pendidik sebagaimana disebutkan dalam Bab I Pasal 1 ayat 6 Undang Undang No.  20  tahun  2003  tentang  Sistem  Pendidikan  Nasional,  Pendidik  adalah tenaga  kependidikan  yang  berkualifikasi  sebagai  guru,  dosen,  konselor, pamong  belajar,  widya  iswara,  tutor,  instruktur,  fasilitator,  dan  sebutan  lain yang  sesuai  dengan  kekhususannya,  serta  berpartisipasi  dalam menyelenggarakan pendidikan. Dalam  Keputusan  Menteri  Pendayagunaan  Aparatur  Negara Nomor : 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya Bab I pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa dengan Guru adalah Pegawai  Negeri Sipil yang  diberi  tugas,  tanggung  jawab,  wewenang,  dan  hak  secara  penuh  oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan dengan tugas utama mengajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah termasuk taman  kanak-kanak  atau  membimbing  peserta  didik  pada  pendidikan  dasar dan  menengah.   “Guru  memegang  peranan  yang  cukup  penting  baik  dalam perencanaan  maupun  pelaksanaan  kurikulum“,  demikian  dikatakan  Syaodih dalam  Mulyana   (2005:  13).  Guru  adalah  perencana,  pelaksana  dan pengembang  kurikulum  dalam  kelasnya,  bahkan  juga  menjadi  pengevaluasi dan penyempurna kurikulum. Betapa pentingnya peranan guru tersebut maka guru  sendiri  harus  selalu  meningkatkan  aktivitas,  kreativitas,  kualitas  dan profesionalismenya  agar  sukses  dalam  tugasnya.  Keberhasilan  guru  dalam mengajar  juga  banyak  dipengaruhi  oleh  kualitas  guru  sebagai  sumber  daya manusia  di  bidang  pendidikan  dan  juga  motivasi  kerja  guru  dalam  proses pembelajaran.

Motivasi  kerja  guru  akan  berkembang  apabila  ada  kesadaran  guru dalam  melaksanakan  tugas  mengajarnya  dan  dorongan  dari  lingkungan kerjanya  yang mendukung kegiatan belajar mengajarnya. Kesadaran peranan guru  dalam  kegiatan  belajar  mengajar  agar  lebih  ditingkatkan  untuk  meraih kesuksesan  proses  pembelajaran  yang  diinginkan  sesuai  dengan  tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional dan tujuan pembelajaran.

Dalam  perjalanan  waktu  melaksanakan  tugas  dan  kewajibannya banyak kritik terhadap sosok seorang guru terutama masalah semangat dalam mengajar  dan  kinerjanya,  tak  lepas  dari  kurangnya  motivasi  guru  itu  sendiri untuk selalu meningkatkan kualitas proses pembelajaran  yang dilakukannya. Kemampuan  guru  yang  kurang  tanggap  situasi  sehingga  sering  terlambat untuk  cepat  menyesuaikan  diri  terhadap  perkembangan  dan  perubahan  yang terjadi  dalam  dunia  pendidikan  maupun  teknologi  membuat  semakin menambah deretan kritik terhadap tenaga guru. Berbagai kritik terhadap cara kerja guru memang harus disadari oleh para  guru khususnya  guru Sekolah Dasar, karena mengingat peranan guru dalam pembelajaran sangat penting dimana harus mampu menunjukkan bahwa guru adalah suatu jabatan profesional yang dituntut keberhasilan dalam tugasnya dalam mendidik anak–anak bangsa dan hasil yang dicapainya tidak bisa dinikmati secara langsung.

Banyaknya  peran  guru  dalam  proses  belajar  mengajar  membuat seorang  guru harus selalu meningkatkan kemampuan diri agar sukses dalam kegiatan  belajar  mengajar  tersebut.  Kekuatan  jabatan  guru  yang  tidak  setiap orang  ditugasi  mengajar  harus  mampu  menepis  segala  kelemahan  yang  ada dari seseorang yang berprofesi sebagai guru dan kesempatan guru untuk selalu belajar dan berkembang harus mampu mengatasi tantangan yang menghadang untuk kesuksesan profesi guru yang pantas “ digugu dan ditiru “.

“Guru  Profesional  adalah  orang  yang  memiliki  kemampuan  dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan  fungsinya  sebagai  guru  dengan  kemampuan  maksimal“  (Usman,  2004: 15). Profesionalisasi guru belum selesai dengan hanya memberikan lisensi mengajar  setelah  mereka  menamatkan  pendidikannya,  hal  demikian baru  aspek  formal  karena  kualifikasi  formal  ini  masih  perlu  dijiwai dengan kualifikasi riil yang hanya mungkin diwujudkan dalam praktek yang  menunjukkan  ketrampilan  teknik  serat  didukung  sikap kepribadian yang mantap. Guru yang profesional harus memiliki : 1) kompetensi  professional,  2)  kompetensi  personal,  3)  kompetensi sosial, dan 4) kemauan memberikan pelayanan (Surachmat: 2006).

Guru  sebagai  suatu  profesi  dalam  melaksanakan  tugasnya  dilandasi atas  panggilan  hati  nurani,  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi  serta  bertumpu pada  pengabdian  dan  sikap  kepribadian  mulia.  Pada  hakekatnya  tugas  guru tidak saja diperlukan sebagai suatu tugas profesional, tetapi juga sebagai tugas profesi utama menyiapkan tenaga pembangunan nasional. Peran  guru  sebagai  demonstrator,  mediator,  fasilitator,  evaluator, pengelola kelas dan sutradara dalam kegiatan belajar mengajar harus menjadi pendorong  dalam  tercapainya  proses  pembelajaran.  Sebagai  tenaga profesional  maka  seorang  guru  akan  terus  dituntut  untuk  meningkatkan kemampuannya  tanpa  memandang  sejauh  mana  golongan  ruang  gaji  yang telah didudukinya.

Selain hal tersebut, hal lain yang tak kalah penting dalam keberhasilan seoorang guru yaitu kinerja dan mutu guru.

Kinerja (performance) dapat diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu yang dicapai, menurut Simamora (1999:423) bahwa prestasi kerja atau kinerja diartikan sebagai suatu pencapaian persyaratan tertentu yang akhirnya secara langsung dapat tercermin dari out put yang dihasilkan baik kuantitas dan maupun kualitasnya, sedangkan pendapat Hasibuan (2001:94) kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.

Ukuran kinerja secara umum yang kemudian diterjemahkan kedalam penilaian perilaku secara mendasar, mencakup ;

  1. kualitas kerja
  2. kuantitas kerja
  3. pengetahuan tentang pekerjaan
  4. pendapat atau pernyataan yang disampaikan
  5. keputusan yang diambil
  6. perencanaan kerja
  7. daerah organisasi kerja

 

Perbedaan yang mendasar antara profesi guru  dengan profesi lainnya terletak pada tugas dan tanggung jawabnya, dimana tugas dan tanggung jawab tersebut erat kaitannya dengan kemampuan yang disyaratkan untuk memangku profesi guru, yang tidak lain kemampuan tersebut adalah kompetensi guru.

Kompetensi guru merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru atau tenaga kependidikan yang tampak sangat berarti, sebagaimana pendapat Charles E Jhonsons dalam Uno (2007:79) bahwa kemampuan merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan, dikatakan rasional karena mempunyai arah atau tujuan tertentu. Dari beberapa pendapat tersebut dengan demikian kemampuan guru merupakan kapasitas internal yang dimiliki guru dalam melaksanakan tugas profesinya, dimana tugas profesional guru dapat diukur dari seberapa jauh guru mendorong proses pelaksanaan pembelajaran yang efektif dan efisien.

Pendapat Sudjana dalam Uno (2007:80) membagi kompetensi guru dalam tiga bagian, yaitu;

  1. kompetensi bidang kognitif, artinya kemampuan intelektual seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan administrasi kelas, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa, pengetauan tentang kemasyarakatan, serta pengetahuan umum lainnya
  2. kompetensi bidang sikap, artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal berkenaan dengan tugas dan profesinya, seperti sikap menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi terhadap sesama teman seprofesinya, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya
  3. kompetensi perilaku/performance, artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan/berperilaku, seperti kemampuan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi dengan siswa, keterampilan menumbuhkan semangat belajar para siswa, keterampilan menyusun persiapan/perencanaan mengajar, keterampilan melaksanakan administrasi kelas

Dari ketiga kompetensi di atas tidak berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain.

Keterkaitan antara standar kompetensi guru dengan guru efektif, bahwa guru dikatakan efektif bila menguasai kemampuan sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan dan berhasil meningkatkan hasil belajar siswa. Karakter guru efektif dapat dilihat kinerjanya, bukan hanya dari hasil belajar siswa yang diharapkan tetapi oleh proses pembelajaran yang optimal(Suparlan.2006:80).

Dalam Undang Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 10 ayat 8 dinyatakan kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesioanl yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Sementara prinsip-prinsip profesionalitas guru dijelaskan dalam pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, sebagai berikut ; profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan dengan prinsip sebagai berikut;

  1. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme
  2. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia
  3. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas
  4. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
  5. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan
  6. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja
  7. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat
  8. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dan
  9. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

 

Selanjutnya berkaitan dengan kinerja, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja seperti faktor kamampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation) dan menurut Mangkunegara (2000:67) terkait pencapaian kinerja dapat dirumuskan bahwa Human Peformance = Ability x Motivation, Motivation = Attitude x Situation dan Ablity = Knowledge x Skill. Simamora (1995:500) berpendapat tentang kinerja akan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu; (a) faktor individu yang terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang, demografi, (b) faktor psikologis yang terdiri dari persepsi, attitude, personality, pembelajaran, motivasi dan (c) faktor organisasi yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, jobdesign. Sedangkan menurut Timple dalam Mangkunegara (2006) faktor-faktor kinerja terdiri dari internal dan eksternal. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang berhubungan dengan sifat-sifat seseorang, misalnya kinerja seseoarang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras sedangkan seseorang kinerja jelek disebabkan orang tersebut memiliki kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaikinya. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseoarng berasal dari lingkungan, seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan sejawat, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi. Sedarmayanti(2001:67) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, meliputi; (1) sikap mental, (2) pendidikan, (3) keterampilan, (4) menejemen kepemimpinan, (5) tingkat pengahasilan, (6) gaji dan kesehatan, (7) jaminan sosial, (8) iklim kerja, (9) sarana prasarana, (10) teknologi, dan (11) kesempatan berprestasi.

Berdasarkan uraian di atas menurut Akdon (2006:167) maka faktor yang mempengaruhi kinerja individu dalam organisasi adalah faktor individu dan faktor lingkungan kerja organisasi, dan sesuai dengan teori konvergensi William Stern yang merupakan perpaduan antara teori hereditas dari Schopenhauer dan teori lingkungan dari John Locke. Dengan demikian kompetensi kinerja merupakan ukuran kualitatif maupun kuantitatif untuk dapat menggambarkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan organisasi baik mulai tahap perencanaan, pelaksanaan maupun setelah kegiatan selesai. Indikator kinerja juga digunakan untuk menunjukan kemajuan dalam menuju tercapainya sasaran maupun tujuan organisasi.

Syarat-syarat yang perlu untuk dipenuhi suatu kinerja adalah: (1) spesifik dan jelas untuk menghindari kesalahan interpretasi; (2) dapat diukur secara objektif baik secara kualitatif dan kuantitatif; (3) menangani aspek-aspek yang relevan; (4) harus penting/berguna untuk menunjukan input, output dan outcome, manfaat dampak maupun proses; (5) fleksibel dan sensitive terhadap perubahan-perubahan dan (6) efektif dalam arti datanya mudah diperoleh, diolah, dianalisis dengan biaya yang tersedia.

Menurut Salliss (2006:51) bahwa mutu dapat didefinisikan dari dua sudut pandang, yaitu absolut dan relatif. Dari sudut  absolut mutu merupakan sebagai suatu idealisme yang tidak dapat dikompromikan, sesuatu yang bermutu merupakan bagian dari standar yang sangat tinggi (high quality atau top quality) yang tidak dapat diungguli. Sedangkan dari sudut relatif mutu adalah sebagai atribut produk atau layanan, mutu dapat dikatakan ada jika sebuah layanan memenuhi spesifikasi yang ada, mutu merupakan sebuah cara yang menentukan apakah produk terakhir sesuai dengan standar atau belum. Dari definisi relatif terdapat dua aspek, yaitu pertama menyesuaikan diri dengan spesifikasi  atau sesuai dengan tujuan dan manfaat dan kedua memenuhi kebutuhan pelanggan atau memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan.

Mutu merupakan sebuah proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan (Arcaro.2006:75), mutu memberikan kerangka kerja untuk perbaikan berkelanjutan di sekolah, untuk menghormati sesama dengan harapan yang tinggi bagi semua siswa dan teknik-teknik  untuk mencapai tujuan. Setiap siswa dipandang sebagai individu yang memiliki kebutuhan intelektual, emosional dan sosial dan pendidikan dipersonilisasikan sesuai dengan kebutuhan kurikulum yang berlaku sementara siswa berpeluang memanfaatkan proses pembelajaran yang berlangsung.

Dalam proses pendidikan, mutu merupakan hal penting, dengan mutu akan menciptakan peluang bagi pendidik, orang tua, masyarakat dan pemerintah untuk saling bekerja sama memberikan yang terbaik bagi pengembangan sumberdaya manusia atau siswa. Menurut Deming dalam Arcaro (2006:85) terdapat empat belas hakekat mutu dalam pendidikan, antara lain;

  1. Menciptakan konsistensi tujuan, untuk memperbaiki layanan sehingga akan terwujudnya sekolah yang kompetitif dalam persaingan
  2. Mengadopsi filosofi mutu total, pendidikan berada pada lingkungan yang benar-benar kompetitif dan hal tersebut dipandang sebagi salah satu alasan mengapa setiap satuan sistem pendidikan untuk belajar keterampilan baru dalam mendukung resolusi mutu
  3. Mengurangi kebutuhan pengujian dan inpeksi yang berbasis produksi masal dilakukan dengan membangun mutu dalam layanan pendidikan dan memberikan lingkungan belajar yang menghasilkan kinerja siswa yang bermutu
  4. Menilai bisnis sekolah dengan cara baru, dengan meminimalkan biaya total pendidikan dan memperbesar kerjasama dengan orang tua siswa dan berbagai lembaga untuk memperbaiki mutu siswa menjadi bagian sistem
  5. Memperbaiki mutu dan produktifitas dan mengurangi biaya, dengan melembagakan proses
  6. Belajar sepanjang hayat bahwa mutu diawali dan diakhiri dengan pelatihan atau belajar, dengan memberikan perangkat yang dapat mengubah proses cara kerja ke arah yang lebih baik
  7. Kepemimpinan dalam pendidikan, merubah tanggungjawab manejemen untuk memberikan arahan dalam mengembangkan visi dan misi. Sehingga menejemen harus mengajarkan dan mempraktikan prinsip mutu
  8. Mengeliminasi rasa takut, hilangkan bekerja kerena dorongan rasa takut, ciptakan suasana kerja yang menyenangkan sehingga akan bekerja secara efektif untuk perbaikan sekolah
  9. Mengeliminasi hambatan keberhasilan, pengembangan strategi-strategi dari kompetisi menjadi kolaborasi, menang kalah menjadi menang menang,mengisolasi pemecahan masalah menjadi bersama-sama memecahkan masalah, bertahan dari perubahan menjadi menyambut baik perubahan
  10. Menciptakan budaya mutu, jangan biarkan gerakan menjadi bergantung pada seseorang atau sekelompok tertentu, kembangkan budaya mutu yang menuntut tanggungjawab pada setiap individu
  11. Perbaikan proses, tidak ada proses yang pernah sempurna, karena itu carilah cara terbaik, proses terbaik dan terapkan tanpa pandang bulu. Menemukan solusi harus didahulukan dan bukan mancari-cari kesalahan
  12. Membantu siswa berhasil, tanggung semua komponen pendidikan mesti diubah dari kuantitas menjadi kualitas
  13. Komitmen, guru harus tetap komitmen terhadap budaya mutu dan terus mendukung, memperkenalkan cara baru mengajar untuk memperbaiki sistem pendidikan
  14. Tanggungjawab, dengan membiarkan setiap orang untuk bekerja menyelesaikan tranformasi mutu, transformasi merupakan tugas setiap orang.

 

Mutu dalam pendidikan menuntut adanya komitmen pada kepuasan kostumer dan komitmen dalam menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga memungkinkan guru dan siswa melaksanakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya. Sekolah bermutu memiliki lima karakteristik yang didefinisikan sebagai pilar mutu (Jerome S Arcaro. 2006:15), yaitu;

  1. fokus pada kostumer, dalam sekolah bermutu siswa dan keluarganya adalah kostumer, orang tua adalah pemasok sistem pendidikan yaitu dengan menyerahkan anaknya kepada sekolah sebagai siswa yang siap belajar. Menjadi tanggungjawab sekolah untuk bekerjasama dengan para orang tua untuk mengoptimalkan potensi siswa agar mendapat manfaat dari proses belajar di sekolah.
  2. keterlibatan total, setiap orang harus berpartisipasi dalam transformasi mutu, karena kontribusi dari semua pihak sangat diperlukan
  3. pengukuran, banyak hal yang terjadi dalam pendidikan namun sebagian besar terfokus hanya pada pemecahan masalah yang kurang dapat diukur efektifitasnya
  4. komitmen, mutu merupakan perubahan budaya yang menyebabkan sekolah mengubah proses pembelajaran, orang biasanya tidak mau berubah, tetapi menejemen harus mendukung proses perubahan dengan memberikan pendidikan, perangkat sistem dan proses untuk meningkatkan mutu
  5. perbaikan berkelanjutan, profesional pendidikan harus secara konstan menemukan cara untuk menangani masalah yang muncul dan memperbaiki proses yang dikembangkannya dan perbaikan yang diperlukan secara terus menerus. Langkah yang harus dilaksanakan untuk perbaikan berkelanjutan:
    1. melakukan perbaikan pada setiap proses pembelajaran
    2. setiap perbaikan, besar atau kecil tetap berharga
    3. perubahan kecil melengkapi perubahan yang bermakna
    4. kesalahan dipandang sebagai peluang untuk perbaikan
    5. setiap warga sekolah mempunyai komitmen dan tanggungjawab yang sama

 

 

Dari uraian di atas mutu merupakan salah satu bagian yang harus untuk selalu diperjuangkan, dipertahankan dan dikembangkan secara berkelanjutan oleh semua komponen pendidikan. Karena pendidikan lebih sebagai sistem terintegrasi dalam masyarakat dan bukan merupakan sebagai organisasi yang terpisah dari masyarakat.

Mutu pendidikan memerlukan komitmen dan dedikasi yang tinggi yang dibarengi dengan kemauan yang kuat dan terbuka dalam melakukan berbagai inovasi. Berbagai perubahan yang berasal dari segala arah sedang dan akan terus menekan perkembangan pendidikan, oleh karena itu perlu adanya komitmen bersama yang kuat dalam megembangkan dunia pendidikan.  Selain itu diperlukan sikap yang selalu berorientasi pada mutu, sehingga setiap komponen pendidikan akan memiliki pemikiran tentang struktur dan teknik yang diperlukan dalam memperbaiki proses pendidikan.

Telah menjadi pemahaman umum bahwa dalam persoalan pendidikan masalah pendidik (guru) jauh lebih penting daripada masalah kurikulum dan komponen yang lainnya, seperti dikutip pendapat Fuad Hasan, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan  yang secara terus terang mangakui bahwa pokok persoalan pendidikan yang sering dibahas dalam berbagai kesempatan selama ini lebih terpokus kepada masalah kurikulum ketimbang dengan masalah pendidik (Kompas, 28 Februari.2000), dari pendapat ini memberikan gambaran bahwa  masalah pendidik (guru) belum sepenuhnya mendapatkan perhatian yang memadai dari pengambil kebijakan terutama pengambil kebijakan pendidikan.

Berbicara mutu pendidikan sangat dipengaruhi oleh faktor yang majemuk, dimana faktor yang satu berpengaruh terhadap faktor yang lainnya. Namun demikian faktor yang paling penting adalah guru, karena hitam-putihnya proses pembelajaran di kelas banyak dipengaruhi oleh guru, guru dikenal sebagai ‘hidden curriculum’ atau kurikulum tersembunyi, karena sikap dan tingkah laku, penampilan profesional, kemampuan individual, dan apa saja yang melekat pada pribadi guru akan diterima oleh peserta didiknya sebagai contoh untuk diteladani atau dijadikan bahan pembelajaran (Suparlan.2006.140). Terkait dengan perkembangan era teknologi  informasi terjadi perubahan peran guru yang semula sebagai satu-satunya sumber informasi dan ilmu pengetahuan berubah menjadi fasilitator, motivator dan dinamisator bagi peserta didik. Sehingga dalam kondisi demikian guru dapat memberikan peran lebih besar untuk memberikan rambu-rambu etika dan moral dalam memilih informasi yang diperlukan.

Oleh karena  bagaimana upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, Suparlan (2006) memaparkan dalam bukunya tentang upaya untuk meningkatkan mutu pendidik, diantaranya;

  1. Peningkatan Gaji dan Kesejahteraan Guru

Pendapat Mohammad Surya dalam Suparlan (2006.142) bahwa ‘semua keberhasilan agenda reformasi pendidikan pada akhirnya ditentukan oleh unsur yang beraada di front terdepan, yaitu guru. Hak-hak guru sebagai pribadi, pemangku profesi keguruan, anggota masyarakat dan warga negara yang selama ini terbaikan, perlu mendapat prioritas dalam reformasi’ Karena guru sebagai profesi, maka harus terpenuhi ke lima syarat pekerjaan sebagai sebuah profesi, yaitu; (1) pekerjaan memiliki fungsi dan signifikansi bagi masyarakat, (2) pekerjaan memerlukan bidang keahlian tertentu, (3) bidang keahlian dapat dicapai dengan melalui cabang pendidikan tertentu ( body of knowledge), (4) pekerjaan memerlukan organisasi profesi dan adanya kode etik tertentu, dan (5) pekerjaan memerlukan gaji atau kompensasi yang memadai agar dapat dilaksanakan secara profesional (Suparlan.2006.142)

  1. Alih tugas profesi dan rekrutmen guru

Sebagai konsekuensi dari upaya pertama, bahwa pendidik yang tidak memenuhi standar kompetensi harus dialihtugaskan ke profesi lain, yaitu dengan syarat; (1) telah diberikan kesempatan untuk mengikuti diklat dan pembinaan secara intensif, tetapi tidak menunjukan adanya perbaikan yang signifikan, (2) tidak menunjukan adanya perubahan kompetensi dan tidak ada indikasi positif untuk meningkatkan kompetensinya. Sementara untuk mengganti tenaga pendidik yang dialihtugaskan perlu dilakukan rekrutmen atau seleksi secara jujur dan transparan, sesuai standar kualifikasi yang telah ditetapkan

 

  1. Membangun sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan

Penataan sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan tidak boleh tidak harus dilakukan untuk menjamin terpenuhinya berbagai standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan

  1. Membangun satu standar pembinaan karier ( Career Development Path )

Sistem ini harus berbentuk dokumen yang disahkan dalam bentuk undang-undang atau setidaknya berupa peraturan pemerintah yang harus dilaksanakan oleh aparat otonomi daerah, sebagai contoh, untuk menjadi instruktur, menjadi kepala sekolah atau pengawas, seseorang pendidik harus memiliki standar kompetensi yang diperlukan dan harus melalui proses pencapaian yang telah baku. Standar pembinaan karier akan berjalan mantap apabila memmuhi prasyarat jika sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan telah berjalan dengan baik dan lancar

  1. Peningkatan kompetensi melalui diklat dan pendidikan profesi

Dalam peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan harus dilaksanakan secara terencana dan terprogram dengan atau melalui sistem yang jelas, karena itu perlu penanganan yang dilakukan secara sinergis oleh intansi terkait dengan preservice education, inservice training dan on the job training. Selain itu dalam opersionalnya upaya ini sangat perlu untuk melibatkan organisasi pembinaan profesi guru, seperti: Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), Musyawarah Kerja Penilik Sekolah (MKPS), dan sudah barang tentu organisasi Perstuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai wadah perjuangan guru.

Agar guru dan tenaga kependidikan dapat berperan maksimal, mereka perlu didukung, dibantu, didorong, dan diorganisasikan dalam sebuah wadah yang  dinamis,  prospektif,  dan  mampu  menjawab  tantangan  masa  depan. Wadah  tersebut  adalah  Persatuan  Guru  Republik  Indonesia  (PGRI),  sebuah organisasi  guru  yang  struktur  organisasinya  tersebar  merata  dari  tingkat Ranting,  Cabang,  Kabupaten/Kota,  Provinsi  seluruh  Indonesia.  Sejarah  telah membuktikan bahwa keuletan, kekompakan, kejuangan dan perjuangan PGRI selama ini telah menempatkan PGRI bukan saja menjadi organisasi  guru dan tenaga  kependidikan  lainnya  yang  terbesar  di  Indonesia,  melainkan  juga menjadi bagian dari organisasi guru internasional Education International (EI).

Lewat organisasi ini, PGRI berjuang untuk mewujudkan misi hak-hak kaum guru  yaitu  mewujudkan  masyarakat  adil  makmur  dalam  negara  kesatuan Republik  Indonesia,  pembangunan  nasional,  pendidikan  nasional, kesejahteraan  guru,  dan  profesionalitas  guru.  Semua  perjuangan  dilakukan melalui  berbagai  cara  dan  bentuk  yang  konstitusional,  prosedural,  dan konsepsional  dalam  memperoleh  kehidupan  guru  yang  layak  dan  sejahtera dalam  pergaulan  bermasyarakat  dan  bernegara.  Untuk  itu,  PGRI  secara konsisten  dan  konsekuen  terus  menerus  memperjuangkan  kesejahteran  guru baik  lahir  maupun  batin,  baik  material  dan  nonmaterial  agar  mereka dapat memperoleh kepuasan kerja yang didukung oleh imbalan jasa yang memadai, rasa  aman  dalam  bekerja,  lingkungan  kerja  yang  kondusif,  pergaulan  antar pribadi yang baik dan sehat, serta memperoleh pengembangan diri dan karier.

Sebagai  organisasi  profesi,  PGRI  mempunyai  fungsi  sebagai  wadah kebersamaan  rasa  kepedulian  para  anggota  dalam  (1)  mewujudkan keberadaannya di lingkungan masyarakat, (2) memperjuangkan segala aspirasi dan kepentingan profesinya, (3) menetapkan standar perilaku profesional, (4) melindungi  seluruh  anggota,  (5)  meningkatkan  kualitas  kesejahteraan, (6) mengembangkan  kualitas  pribadi  dan  profesi.  Dengan  adanya  organisasi profesi,  setiap  anggota  mendapat  perlindungan  dalam  mewujudkan profesionalisme secara lebih terarah dan efektif dalam suasana rasa aman dan kondusif. Sebagai  organisasi  ketenagakerjaan,  PGRI  merupakan  wadah perjuangan  hak-hak  azasi  guru  sebagai  pekerja.  PGRI  berfungsi  untuk melakukan  berbagai  upaya  dalam  mewujudkan  hak  azasi  manusia  sebagai pekerja, terutama dalam kaitan dengan kesejahteraan. Organisasi (Depdiknas, 2001:  809)  adalah   (1)  kesatuan  (susunan)  yang  terdiri  atas  bagian-bagian (orang),  perkumpulan  untuk  tujuan-tujuan  tertentu  (2)  kelompok  kerja  sama antara orang-orang yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan organisasi  profesi  adalah  organisasi  yang  anggotanya  orang-orang yang mempunyai profesi yang sama. Guru sebagai kelompok tenaga kerja profesional memerlukan jaminan yang pasti baik yang menyangkut hukum, kesejahteraan, hak-hak pribadi  dan warga negara dalam mewujudkan kinerjanya. Dalam konsep yang lebih luas, kesejahteraan mempunyai makna sebagai suatu kondisi kehidupan yang utuh, seimbang,  dan  wajar.  Perwujudan  kesejahteraan  secara  utuh  ditopang  oleh lima pilar, yaitu (1) imbalan jasa, (2) rasa aman, (3) hubungan  antar pribadi, (4)  kondisi  kinerja,  (5)  kesempatan  untuk  pengembangan  dan  peningkatan karir dan pribadi.

Dengan adanya kesinambungan antara pelajar, pendidik, tenaga kependidikan, lembaga PGRI, dan pemerintah diharapkan akan mencerdaskan anak bangsa sesuai dengan yang dicita-citakan berdasarkan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.

 

  1. http://www.infojempol.com.AD ART PGRI Terbaru 2018
  2. http://budies.ordpress.com.Tentang
  3. blogspot.com:Organisasi Frofesi Guru
  4. or.id > sejarah pgri
  5. blogspot.com >20015/2016> kinerja guru, motivasi kerja, dan kedisipinan.